Peneliti FKH UGM Kembangkan Kit Deteksi Nyamuk Aedes yang Bermutasi

Ada nyamuk Aedes aegypti yang resistan terhadap insektisida

Sleman, IDN Times - Peneliti Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Gadjah Mada (UGM) drh. Penny Humaidah Hamid bersama tim berhasil mengembangkan kit untuk mendeteksi mutasi Aedes aegypti, khususnya yang berhubungan erat dengan resistensi terhadap permethrin.

Penny menjelaskan, di dalam penelitian yang dilakukan, kit besutannya mampu memberikan indikasi nyamuk di suatu wilayah resistan terhadap senyawa golongan permethrin.

"Formulasi kit dengan reaksi yang disesuaikan dan menghasilkan reaksi positif mampu memberikan indikasi nyamuk di suatu wilayah resistan terhadap senyawa golongan permethrin," ungkapnya pada Jum'at (14/8).

Baca Juga: Hasil SBMPTN Diumumkan, 2.518 Calon Mahasiswa Lolos ke UGM 

1. Untuk kurangi resistensi nyamuk Aedes Aegypti

Peneliti FKH UGM Kembangkan Kit Deteksi Nyamuk Aedes yang BermutasiKit besutan peneliti UGM. Dok: Humas UGM

Menurut Penny, latar belakang dari pengembangan inovasi ini tidak lain untuk mengurai persoalan adanya resistansi nyamuk Aedes Aegypti yang merupakan vektor pembawa virus dengue penyebab demam berdarah.

Dia menyebutkan upaya pengendalian nyamuk Aedes aegypti dengan menggunakan bahan kimia pada habitatnya baik stadium larva dan dewasa tidak memberikan dampak signifikan karena kasus outbreak Dengue selalu terjadi setiap tahun. Bahkan banyak dilaporkan adanya kekebalan nyamuk terhadap berbagai insektisida yang sering digunakan, misalnya golongan pyrethroid. 

"Faktor resistansi nyamuk terhadap insektisida tersebut menjadi sangat krusial karena hampir semua strategi pengendalian vektor Dengue menggunakan bahan aktif tersebut," terangnya.

2. Kit sudah siap pakai

Peneliti FKH UGM Kembangkan Kit Deteksi Nyamuk Aedes yang BermutasiIlusutrasi pasien dirawat di rumah sakit (ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)

Penny menyebutkan, dalam satu dekade terakhir, infeksi virus Dengue berlangsung dengan cepat. Menurutnya, penularan penyakit yang banyak dijumpai di negara-negara wilayah tropis dan subtropis seperti Asia Tenggara dengan cepat beredar ke China Selatan, negara-negara Samudera Pasifik, Amerika bahkan saat ini telah mengancam Eropa.

Bahkan, dalam kurun 50 tahun, infeksi Dengue yang ditransmisikan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti ini telah menyebar ke banyak negara dengan peningkatan kasus hingga 2,5 miliar korban di negara endemik. Sementara tingkat infeksi yang terjadi sekitar 70 persen atau setara 1,8 miliar penduduk di Asia Tenggara dan daerah Pasifik Barat.

Melihat hal tersebut, Penny dan tim melakukan penelitian dan berinovasi mengembangkan kit untuk mendeteksi mutasi Aedes aegypti yang berasosiasi erat dengan resistansi terhadap permethrin di Indonesia.

"Kit yang dikembangkan bersifat siap pakai tersusun dari komposisi primer spesifik, bahan reaksi real-time PCR, probe berlabel fluorophore, DNA kontrol positif dan DNA kontrol negatif," katanya.

3. Efektivitas mencapai 99 persen

Peneliti FKH UGM Kembangkan Kit Deteksi Nyamuk Aedes yang Bermutasipixabay

Kit yang sudah dikembangkan sejak tahun 2016 ini telah diuji efektivitasnya dalam mendeteksi mutasi Aedes aegypti yang resistan terhadap permethrin dari daerah Bali, Jakarta, Makassar dan Banjarmasin.

Hasil reaksi dapat mengindikasikan adanya resistansi dalam waktu kurang dari 24 jam. Sementara itu, untuk efektivitas sendiri mencapai 99 persen dengan hasil yang bisa dilihat hanya dalam waktu kurang dari sehari proses sejak isolasi DNA nyamuk.

"Kit dengan formulasi primer dan probe berlabel ini, bisa digunakan oleh lembaga surveilans, penentu kebijakan, serta petugas kesehatan yang menentukan ketepatan aplikasi rotasi insektisida dalam pemberantasan nyamuk Aedes Aegypti," paparnya.

Baca Juga: Dokter RSA UGM Bantah Pakai Masker Sebabkan Keracunan Karbon Dioksida

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya