Pakar UGM: Jaringan Internet Jadi Kendala Utama KBM Daring di DIY
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sleman, IDN Times - Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara daring selama pandemik COVID-19 masih menyisakan sejumlah persoalan di berbagai daerah, termasuk di DI Yogyakarta.
Pakar Kebijakan Publik UGM, Agustinus Subarsono, menjelaskan, persoalan tersebut disebabkan karena tidak semua pendidik, siswa serta orang tua siap dalam pembelajaran daring ini.
Menurutnya, persoalan disparitas teknologi antar rumah tangga, disparitas jaringan internet antar daerah, serta literasi teknologi guru dan orang tua yang bervariasi masih banyak ditemukan.
“Kendala yang banyak dihadapi dalam pembelajaran daring adalah jaringan internet,” ungkapnya pada Selasa (4/8/2020).
Baca Juga: Tahun Ajaran Baru Dimulai, Pembelajaran Jarak Jauh Masih Sarat Kendala
1. Jaringan tidak lancar jadi permasalahan
Berdasarkan riset awal yang dilakukannya belum lama ini, yang mengkaji tentang penyelenggaraan pendidikan menengah di DIY selama masa pandemik COVID-19 diketahui jika masih banyak yang mengalami kendala selama pembelajaran daring.
Dari kajian yang dilakukan kepada 1.304 responden yang terdiri dari guru, siswa, serta orang tua di tingkat SMP-SMA di 5 Kabupaten/Kota DIY dari survei via Google Form sejak 25 Juni–1 Juli 2020 diketahui bahwa ketidaklancaran jaringan internet menjadi kendala utama dalam penyelenggaraan pendidikan menengah di tengah pandemik COVID-19.
“Baik siswa, guru, maupun orang tua mengeluhkan ketidaklancaran jaringan internet jadi kendala utama dalam kegiatan pembelajaran jarak jauh. Lebih dari 50 persen responden mengeluhkan tentang jaringan ini terutama di Kulon Progo dan Gunungkidul,” terangnya.
Untuk mengatasi persoalan itu, dia meminta pemerintah untuk mengusahakan jaringan internet bisa diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia.
2. Keterbatasan biaya untuk beli kouta internet
Selain jaringan yang tidak lancar, keterbatasan biaya untuk mengakses internet juga banyak dikeluhkan siswa. Selain itu, keterbatasan waktu orang tua dalam mendampingi anak saat mengikuti pembelajaran jarak jauh juga menjadi persoalan dalam pembelajaran daring.
Bagi para guru sendiri, persoalan keterbatasan keterampilan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi juga turut menjadi kendala. Menurutnya, tidak semua guru familiar dengan teknologi yang digunakan saat pembelajaran daring.
“Semakin tua usia guru, hambatan dalam pemanfaatan teknologi semakin besar. Hambatan relatif lebih kecil dialami pada guru yang berusia di bawah 35 tahun,” terangnya.
Subarsono menambahkan, dalam survei yang dilakukan tersebut juga ditemukan fakta bahwa hampir sebagian besar siswa merasa kegiatan pembelajaran jarak jauh lebih sulit daripada kegiatan pembelajaran konvensional. Tak hanya itu, materi pembelajaran jarak jauh lebih sulit daripada materi pembelajaran tatap muka.
“Sebagian besar siswa mengeluhkan bosan mengikuti pembelajaran daring dan lebih bersemangat mengikuti pembelajaran tatap muka,” ungkapnya.
3. Perlunya memperkuat kreativitas guru
Subarsono menyebutkan, saat ini masih ada kesenjangan antara desain kebijakan dan operasional penyelenggaraan pembelajaran jarak jauh di level pendidikan dasar menengah. Guna menjembatani kesenjangan tersebut dia menekankan perlunya memperkuat kreativitas guru agar pembelajaran jarak jauh lebih menarik dan memotivasi siswa untuk belajar.
Berikutnya, saat pandemik berakhir dia merekomendasikan pembelajaran jarak jauh untuk terus dilaksanakan dan melakukan inovasi pembelajaran agar dapat mengurangi beban siswa.
“Kebijakan pendidikan pembelajaran jarak jauh antara online dan offline sebagai alternatif masa new normal. Sementara itu pembelajaran tatap muka dapat dimulai ketika lingkungan sekolah dinyatakan aman dan ada kesepakatan dengan para pemangku kepentingan," paparnya.
Baca Juga: Siswa Panti Asuhan saat PJJ, Tak Punya HP dan Harus Berbagi Komputer