Linearitas Keilmuan Tak Cukup untuk Pecahkan Permasalahan Global

Perlu cara berpikir yang mengedepankan lintas disiplin ilmu

Sleman, IDN Times - Linearitas program studi menjadikan suatu ilmu pengetahuan menjadi terkotak-kotak. Prof. Amin Abdullah, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga menjelaskan, di dalam perubahan kehidupan akibat revolusi industri, linearitas program studi tidaklah cukup untuk bisa memecahkan permasalahan yang semakin kompleks.

Dia menjelaskan, spesialisasi keilmuan yang berlebihan adalah jalan yang pasti ke arah kematian dan kepunahan.

"Seluruh disiplin keilmuan yang overspecialized mengalami gegar budaya atau disrupsi menghadapi perubahan sosial yang dahsyat," ungkapnya dalam Seminar Nasional Virtual bertajuk Masa Depan Keilmuan Non Linear di Indonesia pada Selasa (25/8/2020).

Baca Juga: Sekolah Intensifkan Kunjungan Guru ke Rumah Siswa yang Susah Sinyal

1. Mahasiswa tidak terbiasa membangun analisis dari berbagai perspektif

Linearitas Keilmuan Tak Cukup untuk Pecahkan Permasalahan Globalpexels.com/Pixabay

Amin Abdullah mengungkapkan, adanya linearitas pendidikan nasional, menjadikan orang Indonesia dibesarkan dalam label yang mengharuskan membedakan persoalan-persoalan politik, sosial, budaya, agama, ekonomi, penegakan HAM dan sejarah sebagai hal yang berdiri sendiri-sendiri. Begitu pula dengan mahasiswa maupun dosen yang tidak terbiasa membangun analisis dari berbagai sudut yang berbeda.

"Yang diperlukan adalah cara berpikir tingkat tinggi, yang substantif, dan itu harus melalui multi, inter dan transdisiplin. Kalau tidak berat sekali," terangnya.

2. Diperlukan ilmu yang non linear dalam memecahkan permasalahan

Linearitas Keilmuan Tak Cukup untuk Pecahkan Permasalahan GlobalProf Amin Abdullah, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dok: istimewa

Menurut Amin Abdullah, untuk bisa memecahkan permasalahan yang semakin kompleks, serta memecahkan permasalahan tertentu yang pemecahannya berada di luar wilayah jangkauan satu disiplin ilmu, maka non linearitas program studi sangat diperlukan.

Dia menjelaskan, program merdeka belajar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang di dalamnya memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar di luar prodi selama 3 semester menjadi angin segar agar mahasiswa bisa berpikir out of the box. Dia menjelaskan, agar program tersebut bisa sukses maka kurikulum di dalamnya harus disusun dengan sungguh-sungguh.

"Belajar 3 semester di luar prodi itu harapan baru saya kira, tapi harus disusun betul oleh para dekan, prodi apa yang 3 semester yang diambil. Kalau dalam satu rumpun tidak akan memecahkan kebekuan tadi. Itu 3 semester itu yang mesti berseberangan. Mudah-mudahan dengan kebijakan baru akan membuka cakrawala baru dan perguruan tinggi dari waktu ke waktu akan membaik dengan kerja sama stakeholder dan masyarakat," katanya.

3. Pengetahuan tidak akan bisa berdiri sendiri

Linearitas Keilmuan Tak Cukup untuk Pecahkan Permasalahan GlobalGuru Besar UGM, Prof M. Mukhtasar Syamsuddin. Dok: istimewa

Sementara Guru Besar UGM, Prof M. Mukhtasar Syamsuddin mengungkapkan, untuk merespons perkembangan global, diperlukan mengembangkan ilmu non linearr di masa depan dengan konsep pengembangan ilmu multidisipliner, metadisipliner, Interdisipliner.

Dia menjelaskan adanya linearitas bidang keilmuan menjadi penghambat pengembangan inovasi, fleksibilitas dan mutu perguruan tinggi. Menurutnya, pada era disrupsi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin tidak bisa diukur.

"Pengetahuan tidak akan bisa berdiri sendiri. Semua ilmu saling berkaitan dan menguatkan," terangnya.

Baca Juga: Bantu Murid Peroleh Akses Internet, UGM Terjunkan 79 Mahasiswa 

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya