Jika Dibiarkan, Gas Metana di TPST Piyungan Bisa Picu Ledakan

Kasus ledakan gas metana pernah terjadi di Bantargebang

Sleman, IDN Times - Peneliti Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Universitas Gadjah Mada (UGM), Sulistyono mengatakan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan harus bisa dikelola dengan baik. Jika tidak, TPST Piyungan bisa mencemari lingkungan, baik dari sisi udara, tanah, maupun air. Bahkan yang paling parah, gas metana yang muncul di TPST Piyungan bisa menimbulkan ledakan besar.

Baca Juga: TPST Piyungan Diprediksi Hanya Mampu Bertahan 1 Tahun ke Depan

1. Harus berkaca dari kejadian di TPST Bantargebang

Jika Dibiarkan, Gas Metana di TPST Piyungan Bisa Picu LedakanTPST Piyungan Bantul. IDN Times/Daruwaskita

Menurut Sulistyono, sudah waktunya TPST Piyungan berbenah. Jika dibiarkan, kejadian meledaknya gas metana seperti yang terjadi di TPST Bantargebang ditakutkan akan berulang.

"Jelas pencemaran lingkungan gas metana itu. Pernah ada kejadian di Bantargebang sampai meledak karena gas metana yang ada tidak bisa keluar, jumlahnya banyak sehingga seperti ledakan besar," katanya.

Selain gas metana, ketika cairan yang ada pada sampah meresap ke dalam tanah, maka juga akan mengakibatkan pencemaran pada air tanah di sekitar TPST Piyungan.

2. DIY bisa tiru Bali

Jika Dibiarkan, Gas Metana di TPST Piyungan Bisa Picu LedakanTPST Piyungan Bantul. IDN Times/Daruwaskita

Menurut Sulistyono, permasalahan sampah bukan hanya menjadi tanggung jawab satu elemen saja, namun semuanya harus bersinergi mulai dari hulu ke hilir. Untuk mengelola sampah dengan baik, DI Yogyakarta bisa saja meniru apa yang sudah dilakukan di Bali. Yakni menjadikan sampah menjadi pembangkit listrik.

"Sepertinya di DIY hanya ditumpuk di satu tempat, di Piyungan itu. Kalau di Bali sudah ada tempat yang sampah itu dibakar kemudian dijadikan pembangkit listrik," katanya.

3. Biasakan pilah sampah dari hulu ke hilir

Jika Dibiarkan, Gas Metana di TPST Piyungan Bisa Picu LedakanIDN Times/Daruwaskita

Berkenaan dengan pemilahan sampah, menurut Sulistyono tidak bisa hanya dilakukan satu elemen saja. Dia mencontohkan kasus di UGM, di mana dari UGM sendiri sudah mulai melakukan pemilihan sampah. Namun, ketika ada truk pengangkut sampah datang, sampah tersebut kembali tercampur lantaran jumlah armada truk juga terbatas dan belum memiliki truk khusus di masing-masing jenis sampah.

"Di beberapa tempat, di UGM semisal. Sampah plastik dan organik sudah dipilah, ada tempat sendiri, tetapi yang menjadi masalah kedisiplinan dari petugas yang mengambil. Karena truknya hanya satu dan yang dipilah menjadi dua atau tiga, otomatis ya dijadikan satu lagi di truk. Kebanyakan seperti itu," terangnya.

Baca Juga: TPST Piyungan, Peneliti UGM: Masalah Selalu Berulang Setiap Tahun

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya