Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Epidemiolog UGM: Pengetatan Harus Diiringi dengan Perbanyak Tracing

Ilustrasi mal saat pengetatan (IDN Times/Anata)

Sleman, IDN Times - Epidemiolog UGM, Bayu Satria Wiratama, mengungkapkan sudah selayaknya pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait pembatasan ketat di Jawa dan Bali pada 11-25 Januari 2021.

Menurutnya, di Indonesia kasus positif COVID-19 masih terbilang tinggi. Bukan hanya itu, saat ini angka keterisian tempat tidur di rumah sakit/fasilitas kesehatan serta tingginya angka kematian yang terjadi.

Bayu menjelaskan, tingginya angka positif COVID-19 ini lantaran adanya mobilitas warga saat libur akhir tahun, ditambah dengan banyaknya daerah yang tidak berhasil melakukan penanganan COVID-19 sehingga kasusnya menjadi naik.

"Dikhawatirkan jika tidak direm maka keterisian RS akan mendekati 100 persen dan ini akan semakin menyusahkan masyarakat yang membutuhkan perawatan di RS dan naiknya angka kematian," ungkapnya pada Kamis (7/1/2021).

1. Tidak cukup hanya dengan pembatasan ketat

Ilustrasi. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Bayu menerangkan, untuk bisa menekan tingginya angka penularan, pembatasan ketat saja tidaklah cukup. Menurutnya, kemampuan tracing juga perlu ditingkatkan. Mengaca dari standar yang diterapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), untuk minimum pengetesan yaitu 1 tes setiap 1.000 orang per minggu dan positivity rate di bawah 5 persen.

Selain tracing, pemerintah pun juga harus bisa memberikan edukasi dan contoh berkenaan dengan kedisiplinan untuk menjalankan 3M.

“Jangan masyarakat disuruh-suruh 3M dan tidak liburan keluar daerah, tetapi para pejabatnya tidak taat memakai masker atau bahkan liburan ke mana-mana," katanya.

2. Mengenai angka kematian

ilustrasi ruang isolasi (ANTARA FOTO/REUTERS/Marko Djurica)

Berkenaan dengan tingginya angka kematian nasional saat ini, menurut Bayu bisa dikarenakan virus menular pada orang-orang dengan komorbid. Lalu, di tataran perawatan bagi orang-orang dengan komorbid ini juga telat lantaran keterisian RS semakin tinggi. Walau demikian, Bayu menyebut hingga saat ini belum ada data resmi yang dirilis seberapa besar pasien COVID-19 yang meninggal dengan komorbid.

"Pemerintah tidak pernah merilis secara resmi data detail seberapa persen yang meninggal dengan komorbid dan berapa yang tidak dengan komorbid dan lain-lain," terangnya.

3. Pemerintah harus bekerjasama dengan berbagai pihak

Petugas gabungan memberhentikan pengendara motor yang berboncengan saat uji coba penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (23/4/2020). Pemerintah Kota Makassar terus melakukan sosialisasi hingga hari terakhir uji coba penerapan PSBB dengan harapan penerapan PSBB yang diterapkan pada 24 April - 7 Mei 2020 di daerah itu berjalan efektif dalam rangka percepatan penanganan COVID-19. (ANTARA FOTO/Arnas Padda

Agar pembatasan ketat ini bisa berjalan dengan baik, maka pemerintah juga harus bekerjasama dengan pemilik rumah makan, toko, mall dan lain-lain. Jika perlu untuk restoran dan lain-lain diberlakukan jika lebih dari 50 persen tidak terima tamu atau harus dengan reservasi dahulu.

“Jika perlu denda untuk pelanggar 3 M ini bisa juga jadi alternatif tapi perlu SOP yang jelas. Tapi yang paling penting kerja sama yang baik antara pemerintah, swasta, pengusaha, universitas, masyarakat dan komunitas," paparnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siti Umaiyah
Paulus Risang
Siti Umaiyah
EditorSiti Umaiyah
Follow Us