CfDS UGM: 99 Persen Responden Minta Pemerintah Lindungi Data Pribadi

Sleman, IDN Times - Center for Digital Society (CfDS) FISIPOL UGM mengungkap 99,7 persen mayoritas responden meyakini bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin keamanan data pribadi masyarakat Indonesia. Dalam survei juga terungkap 88,4 persen responden setuju bila RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) segera disahkan. Diketahui responden memiliki kekhawatiran yang tinggi terhadap penyalahgunaan data pribadi mereka, sebanyak 78,7 persen mengaku sangat khawatir jika data pribadi mereka disalahkan oleh perusahaan, pemerintahan, maupun pihak ketiga.
Manager Digital Intelligence Lab CfDS, Paska Darmawan menjelaskan, hasil survei terkait persepsi masyarakat Indonesia terhadap perlindungan data pribadi yang dilakukan pada 21 Oktober sampai 1 November 2021 menyatakan sebesar 14,9 persen responden tidak percaya dengan kemampuan pemerintah mengelola dan menjaga keamanan data pribadi.
“Hal ini tentunya memunculkan gap antara tanggung jawab pemerintah dalam menjaga data pribadi dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Di mana terdapat kelompok masyarakat yang meyakini bahwa pemerintah wajib menjamin keamanan data pribadi masyarakat namun menyangsikan kemampuan pemerintah saat ini.” terangnya pada Jumat (3/12/2021).
1. Lakukan survei 34 provinsi

Paska memaparkan survei dilakukan kepada 2401 responden yang tersebar di 34 provinsi Indonesia. Semua responden mempunyai rentang usia 13-80 tahun. Mayoritas sebanyak 53,3 persen memiliki ijazah SMA/sederajat serta 27,5 persen lainnya mempunyai ijazah strata satu atau sarjana.
Di dalam survei tersebut, responden diberikan pertanyaan apakah mereka mengetahui informasi terkait yang dimaksud dengan data pribadi. Hasilnya, hampir keseluruhan responden atau sebanyak 98,9 persen mengaku mengetahui hal tersebut. Namun saat responden membedakan mana yang merupakan data pribadi dan bukan, hanya 18,4 persen atau 441 dari 2401 yang mampu mengidentifikasi dengan benar.
2.Hanya 18,4 persen responden mampu mengidentifikasi data pribadi

Hasil survei CfDS UGM juga menemukan masih sedikit responden yang sulit membedakan data pribadi yang harus dilindungi kerahasiaannya dengan informasi yang sifatnya umum. ditemukan hanya 18,4 persen responden yang bisa mengidentifikasi jenis data pribadi secara lengkap dan benar.
“Tetapi ketika kami (peneliti) meminta responden untuk mengidentifikasi, kira-kira apa saja yang termasuk sebagai data pribadi, ternyata hanya 18,4 persen responden saja yang mampu mengidentifikasi jenis data pribadi secara lengkap dan benar. Sehingga di sini bisa dilihat ada gap antara persepsi masyarakat tentang apakah mereka mengetahui tentang data pribadi atau tidak dengan realitanya,” katanya.
3. Perlu peningkatan literasi digital

Melihat hal tersebut, Paska mengatakan perlu adanya upaya untuk meningkatkan literasi digital di kalangan masyarakat. CfDS merekomendasikan pendekatan multi-stakeholder baik oleh pemerintah, lembaga pendidikan tingkat dasar sampai universitas, sektor privat/platform teknologi, serta lembaga masyarakat, guna mencapai capaian tersebut.
Selain itu, pemerintah baik Kementerian Komunikasi dan Informatika serta DPR diharapkan lebih terbuka dalam menerima masukan dari proses perumusan hingga nantinya mencapai evaluasi implementasi, khususnya yang berdampak pada kelompok UMKM dan korporasi. Serta membangun badan publik independen yang membawahi UU PDP di Indonesia untuk mengevaluasi dan memonitor implementasi kebijakan bagi kepentingan publik
“Kendati demikian kembali lagi perlu diingatkan, bahwa ke depan UU PDP ini hanya instrumen dan apabila pihak-pihak yang terdampak ini tidak sadar dengan instrumennya maka pada akhirnya efektivitas dari instrumen tersebut juga tidak akan maksimal. Sehingga penting sekali untuk meningkatkan kesadaran terkait UU PDP ini.” paparnya.