Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Alasan Mengapa Masa Jabatan Presiden Tak Usah Diperpanjang

Pedagang menata poster Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

Sleman, IDN Times - Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) turut buka suara atas usulan sejumlah ketua umum partai politik mengenai perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.

Yuniar Riza Hakiki, Peneliti PSHK UII menjelaskan, perpanjangan masa jabatan presiden merupakan suatu hal yang ahistoris. Selain itu, juga inkonstitusional dan mengingkari semangat pembatasan kekuasaan.

1. Merupakan suatu hal yang ahistoris

ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

Yuniar mengatakan, ide perpanjangan masa jabatan presiden merupakan hal yang ahistoris. Jika menilik fakta sejarah, bahwa hasil kesepakatan Reformasi pada tahun 1998 menghendaki adanya penyempurnaan ketatanegaraan yang diikuti dengan demokratisasi, tidak boleh ada lagi pasal multitafsir.

"Presiden harus dibatasi kekuasaannya, salah satunya adalah dengan membatasi masa jabatan presiden," ungkapnya pada Minggu (27/2/2022).

2. Merupakan hal Inkonstitusional

ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Yuniar juga menjelaskan jika ide perpanjangan masa jabatan presiden merupakan hal yang inkonstitusional. Jika merujuk pada Pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945 (UUD 1945), diterangkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

"Dengan aturan ini, tidak akan ada lagi presiden yang memegang kekuasaan sangat lama karena maksimal hanya 2 periode (10 tahun)," terangnya.

3. Ingkar terhadap semangat pembatasan kekuasaan

Presiden Joko Widodo bersiap melaksanakan Shalat Id berjamaah di halaman depan Wisma Bayurini, Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Minggu (24/5. (ANTARA FOTO/BPMI Setpres/Lukas/hma/aww)

Selanjutnya, dia juga menerangkan bahwa ide perpanjangan masa jabatan presiden mengingkari semangat pembatasan kekuasaan (prinsip konstitusionalisme). Konstitusionalisme menghendaki bahwa kekuasaan itu harus diatur dan dibatasi. Diaturnya periodisasi masa jabatan ini untuk menjamin sirkulasi pergantian pemimpin dan melanjutkan agenda demokratisasi yang sudah lama dirintis.

"Tanpa ada pembatasan masa jabatan presiden, hal ini berpotensi akan memunculkan penyalahgunaan kekuasaan," jelasnya.

4. Praktik-praktik abuse of power akan terjadi

Ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Yuniar melanjutkan, apabila wacana penambahan masa jabatan Presiden menjadi 3 periode akan direalisasikan, maka ke depan, UUD NRI 1945 tidak akan digunakan lagi untuk mengatur-membatasi kekuasaan tetapi justru untuk melanggengkan kekuasaan.

"Dengan demikian praktik-praktik abuse of power akan terjadi tanpa tahu kapan akan berakhir," katanya.

5. Sejumlah rekomendasi PSHK UII

Ilustrasi hukum (IDN Times/Mardya Shakti)

Melihat kondisi tersebut, PSHK UII pun merekomendasikan sejumlah hal.

Pertama, siapapun penyelenggara negara harus patuh dan taat pada amanat konstitusi, yakni Pasal 7 UUD NRI 1945 yang mengatur bahwa masa jabatan Presiden maksimal hanya 2 periode atau selama 10 tahun.

Kedua, kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk menolak ide penundaan pemilihan umum tahun 2024, sehingga agenda pemilihan umum tahun 2024 tetap diselenggarakan sesuai perintah Undang-Undang tentang Pemilihan Umum.

"Ketiga, kepada Ketua Umum Partai Politik dibanding memberikan usulan-usulan yang ahistoris, inkonstitusional, mengingkari semangat pembatasan kekuasaan serta berpotensi melakukan praktik abuse of power, seharusnya Ketua Umum Partai Politik lebih fokus melakukan kaderisasi sehingga dapat menghasilkan calon-calon yang berkualitas untuk diusung menjadi Presiden pada tahun 2024," paparnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siti Umaiyah
Paulus Risang
Siti Umaiyah
EditorSiti Umaiyah
Follow Us