Sepekan Sekolah Rakyat di DIY: Siswa Asing dengan Shower, Sulit Tidur

- Keran shower jebol, siswa asing dengan kloset duduk
- Belum terbiasa dengan jam tidur di asrama
- Mulai adaptasi, masih kurang wali asuh
Yogyakarta, IDN Times - Sepekan pertama pelaksanaan program Sekolah Rakyat di DIY diwarnai ragam cerita penyesuaian para siswa selama menjalani kehidupan berasrama. Bagaimanapun, Pemda DIY mengklaim para murid mulai menunjukkan tanda-tanda adaptasi positif usai melakoni masa awal pembelajaran dan kehidupan berasrama ala sekolah rakyat.
Seperti diketahui, ada dua unit Sekolah Rakyat Menengah Atas yang dikelola Pemda DIY, yakni di Sonosewu, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul (SR 19) dan Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman (SR 20).
1. Keran shower jebol, asing dengan kloset duduk
Kepala Dinas Sosial DIY, Endang Patmintarsih, menuturkan bahwa fase awal adalah periode penting untuk mengenalkan para siswa pada tatanan kehidupan yang lebih tertib dan mendukung pemulihan psikososial. Sepekan ini, para siswa, selain wali kelas dan pengasuh, juga tengah berproses menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, termasuk suasana asrama, kamar tinggal, bahkan kasur dan kamar mandi.
"Di rumah mereka mungkin pakai gayung atau cara lain, sehingga banyak keran yang jebol di malam pertama (siswa) karena mereka belum terbiasa pakai shower," kata Endang, Selasa (22/7/2025).
Demikian pula dengan fasilitas kloset duduk, kata Endang, masih banyak siswa yang bingung dengan cara pemakaiannya.
2. Belum terbiasa dengan jam tidur
Selain fasilitas, para siswa di hari-hari pertama mereka juga masih bergulat dengan penyesuaian jam tidur. Menurut Endang, tak sedikit dari para murid belum memiliki kebiasan hidup teratur selama tinggal bersama keluarga.
Di asrama, kata Endang, para siswa masih sulit untuk bisa siap tidur ketika pukul 21.00 WIB sesuai aturan berlaku.
"Biasanya (di rumah) mereka tidur tengah malam, bahkan masih di luar rumah malam-malam. Sekarang, di asrama, jam sembilan malam sudah harus masuk kamar," ujar Endang.
"Dan jam setengah lima pagi harus bangun. Itu membuat mereka kaget dan tidak nyaman di hari-hari awal," sambungnya.
3. Mulai adaptasi, masih kurang wali asuh
Kendati, Endang mengklaim para siswa peserta program Sekolah Rakyat mampu menunjukkan perkembangan positif sepekan ini. Mereka nampak antusias, bersemangat dan mulai terbiasa atau bisa beradaptasi dengan pola hidup teratur.
Dalam aspek ini, Dinsos menerapkan pendekatan sosial yang melibatkan peran penting wali asuh yang bertindak layaknya orang tua sementara selama di asrama. Sekalipun, kata Endang, jumlah wali asuh ini belum mencukupi untuk saat ini.
"Kami tidak ingin pendekatannya seperti guru ke murid. Wali asuh ini menjadi tempat anak-anak mencurahkan isi hati. Kalau mereka punya kesulitan, sedih, atau butuh teman bicara, wali asuh yang menjadi sandarannya," kata Endang.
Endang bilang, proses rekrutmen wali asuh harus melalui mekanisme Kementerian PAN-RB. Oleh karenanya, kekurangan untuk sementara waktu ditangani oleh guru dan kepala sekolah yang merangkap tugas.
"Idealnya, satu wali asuh mendampingi sepuluh anak. Di Sonosewu ada 90 anak, jadi butuh 20 wali asuh. Tapi yang ada baru sembilan. Artinya masih kurang sebelas orang," pungkas Endang.