Ketua Harian Dekranasda DIY, GKBRAy Paku Alam. (Dok. Istimewa)
Ketua Harian Dekranasda DIY, GKBRAy Paku Alam, mengatakan seminar yang dilaksanakan secara hybrid ini diikuti 100 peserta offline dan online dari berbagai daerah. Tujuannya untuk menggali kebijakan pemangku kepentingan dan temuan baru hasil riset dan pengembangan (R&D) dari keynote speaker dan pemakalah untuk eksistensi batik Yogyakarta.
"Dalam lingkup economic value, global value dan consistency value dalam dimensi pelestarian, pengembangan, pemberdayaan warisan seni budaya batik, juga adanya statement tentang kesadaran dan kepedulian kolektif untuk merintis terwujudnya pusat pelestarian, penelitian dan pengembangan, hilirisasi hasil R&D, agen perubahan kreativitas, inovasi dan invensi seni budaya batik khas Yogya," ungkapnya.
Dikatakan Gusti Putri, Jogja World Batik City sudah 9 tahun menjadi predikat Yogyakarta. Perlahan tapi pasti, batik sudah menjadi primadona di Yogyakarta. Hampir di semua pusat perbelanjaan pasti ada outlet batik. Tumbuhnya UKM kerajinan batik juga terus meningkat, para desainer muda mulai melirik batik sebagai salah satu pilihan dalam memperkaya karya-karya mereka.
"Sudah seharusnya kita terus menggiatkan dunia perbatikan dengan berbagai pernak-perniknya, seperti peningkatan kualitas, peningkatan ketelitian pengerjaannya, pengayaan desain/motif dan tidak kalah pentingnya adalah bagaimana mengedukasi masyarakat tentang batik secara benar. Termasuk pembinaan dari sisi bisnisnya misalnya, pemasaran, permodalan, promosi serta strategi pemasaran di zaman yang serba online ini," kata Gusti Putri.
"Dan juga perlu lebih sering diadakan sosialisasi tentang regulasi perdagangan baik dalam dan luar negeri, serta aspek hukum dan perpajakan dalam bisnis online," imbuhnya.