Yogyakarta, IDN Times - Sabtu, 3 Juli 2021 antara pukul 22.00-24.00, telepon seluler milik Johny (47) berbunyi. Belum hilang rasa terkejut atas meninggalnya ibu mertua, Sukini (67) pada pukul 21.40, Johny kembali dibuat kaget mendengar suara dari temannya.
Kenalannya itu tengah berada di ruang forensik RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta untuk mengurus jenazah ibu mertua Johny yang harus melalui proses pemulasaran khusus karena sebelumnya terpapar COVID-19. Apalagi jenazah akan dibawa ke tempat asalnya di Semarang.
“Banyak sekali jenazah meninggal malam ini. Jenazah yang ngantre banyak sekali (di forensik). Kekurangan peti. Ini sampai kewalahan. Ibu urutan ke-36,” ucap Johny menirukan kepanikan temannya dari seberang telepon yang terdengar seperti kebingungan.
Johny tergagap. Suasana ruang forensik yang padat itu tak terbayangkan. Dan usai melihat kiriman foto-foto suasana forensik malam itu, Johny bergidik. Jenazah berjejer-jejer di ruang forensik. Peti-peti mayat yang kosong bertumpuk. Mobil-mobil ambulans berjejer di depan ruang forensik. Jenazah di ruang isolasi Bangsal Gatotkaca 1 tempat ibunya dirawat ada yang masih ditutup kain.
“Ini kondisi darurat. Ibu saja urutan 36 dari 55 jenazah. Berarti pasien yang meninggal lebih dari 30,” kata Johny dalam wawancara daring pada 9 Juli 2021.
Dia membaca berita media massa. Dalam siaran pers Direktur RSUP Sardjito Rukmono ketika itu membantah ada 63 kematian di Sardjito. Itu total jumlah sedari pukul 07.00 pada 3 Juli 2021 sampai 4 Juli 2021 pada waktu yang sama. Sedangkan kematian setelah oksigen cair rumah sakit rujukan utama itu habis pukul 20.00 pada 3 Juli 2021, hanya 33 pasien. Itu pun dibantah bukan karena kekurangan oksigen, melainkan kondisi klinis pasien yang memburuk.
Tim kolaborasi liputan COVID-19 yang terdiri dari IDN Times, VOA Indonesia, CNN TV, Kompas, Gatra, Harian Jogja, dan Tirto.id mengisahkannya.