Suami Zaskia Adya Mecca itu mengatakan, industri perfilman benar-benar terpukul selama masa pandemi ini. Hampir bisa dikata mati.
Sebelum masa pandemi, per tahun setidaknya para sineas mampu memproduksi sampai 60 judul film lokal yang siap tayang. Namun, kala COVID-19 menerjang, jumlahnya nyaris nol.
"Kecuali kita mengerjakan sisa-sisa yang sudah pernah diinisiasi sebelum pandemi," imbuh Hanung.
Sementara melanjutkan proyek setengah jalan juga bukan perkara sipil. Ada harga yang harus dibayar. Pertama, terjadi pembengkakkan anggaran akibat diterapkannya wajib tes PCR atau antigen tiap sebelum proses syuting bergulir.
"Rapid antigen Rp200 ribu dikalikan 200-300 kru. Lumayan kan?" sambungnya.
Belum lagi soal perubahan skenario demi menyesuaikan protokol kesehatan. Semisal, lokasi pengambilan gambar yang tadinya di kawasan publik diubah menjadi di hutan. Tujuannya, meminimalisir interaksi atau kontak dengan orang-orang sekitar area syuting.
"Harus ada penyesuaian dan itu pasti menambah budget," keluhnya.
Vaksinasi untuk itu diharapkan mampu menggugurkan hal-hal yang dikeluhkan tersebut. Kehidupan perfilman normal kembali dan para penikmat film mulai berdatangan ke bioskop yang sudah beroperasi dengan menerapkan segenap protokol kesehatan. Termasuk, pembatasan kapasitas.
"Apa yang sudah kita lakukan ini mengkampanyekan kepada masyarakat, bahwa orang film sudah divaksin. Mari menonton dengan aman," tutupnya.