Penjualan daring di Shopee produk Rianty Batik di Sinduadi, Mlati, Sleman, Selasa (6/5/2025) sore. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)
CEO Rianty Batik, Aditya Suryadinata menceritakan perjalanan Rianty Batik yang melalang buana selama 18 tahun. Sebagai generasi kedua, Adit membawa perubahan pada pola bisnis Rianty Batik. Ia mengingat mulai membantu orangtuanya mengembangkan usaha ini sejak 10 tahun lalu.
Bekal pendidikannya ketika berkuliah di luar negeri membawa pelajaran berharga tentang bisnis secara daring. “Tidak disetujui awalnya gak ada bayangan. Mencoba dulu Facebook, mulai dari gaji karyawan Rp1 juta, omzet cuma Rp700 ribu,” kenang Adit sembari tertawa.
Dengan keyakinannya, pria yang pernah mengenyam pendidikan di London itu berhasil membawa Rianty Batik yang mengusung gaya batik modern itu berhasil survive. Termasuk ketika masa pandemi Covid-19 yang menghantam berbagai sektor bisnis. Saat itu, toko utama yang berada di jantung Kota Yogyakarta, di Jalan Malioboro seakan hidup segan mati tak mau.
“Bersyukurnya saat itu kita sudah masuk ke online. Toko offline kan terpaksa tutup itu, Malioboro dipaksa tutup. Tahun 2020, 2021 itu ramai market online. Sampai sekarang tidak turun, tapi jadi market yang sudah tetap stabil. Jadi bukan market yang kaget,” kata Adit.
Adit juga menyebut berbagai adaptasi dengan perkembangan teknologi terus dilakukan hingga saat ini. “Kami terus beradaptasi mengikuti zaman, seperti sekarang memanfaatkan penjualan live di Shopee, dulu kan marketplace biasa, terus ke depan seperti apa, pasti kita adaptasi,” ungkapnya.