Rianty Batik, Adaptasi Dunia Digital Menjaga Warisan Budaya
Intinya sih...
- Ryanti Batik, UMKM di Yogyakarta, sukses berjualan daring dengan memanfaatkan live marketplace dan adaptasi ke dunia digital.
- CEO Rianty Batik, Aditya Suryadinata, membawa perubahan pada pola bisnis dan berhasil survive selama 18 tahun dengan adaptasi teknologi.
- Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah DIY mendukung pelaku UMKM untuk go digital dan memanfaatkan marketplace dalam memperluas jangkauan pasar.
Yogyakarta, IDN Times – Sorot kamera mengarah kepada seorang karyawan Ryanti Batik yang sedang bekerja dengan cara menunjukkan berbagai produk melalui cara live di marketplace.
Ratusan baju batik disiapkan saat proses live, sedangkan beberapa karyawan lainnya nampak sibuk menyiapkan pesanan daring yang masuk. Ada yang melakukan quality control sebelum produk dikirim, ada juga yang mulai melakukan packing, untuk dikirim ke berbagai daerah.
Ryanti Batik adalah satu Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang terletak di Sinduadi, Mlati Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang menerima manfaat besar dari penjualan secara daring.
Pasar daring memberi dampak positif untuk bisnis
CEO Rianty Batik, Aditya Suryadinata menceritakan perjalanan Rianty Batik yang melalang buana selama 18 tahun. Sebagai generasi kedua, Adit membawa perubahan pada pola bisnis Rianty Batik. Ia mengingat mulai membantu orangtuanya mengembangkan usaha ini sejak 10 tahun lalu.
Bekal pendidikannya ketika berkuliah di luar negeri membawa pelajaran berharga tentang bisnis secara daring. “Tidak disetujui awalnya gak ada bayangan. Mencoba dulu Facebook, mulai dari gaji karyawan Rp1 juta, omzet cuma Rp700 ribu,” kenang Adit sembari tertawa.
Dengan keyakinannya, pria yang pernah mengenyam pendidikan di London itu berhasil membawa Rianty Batik yang mengusung gaya batik modern itu berhasil survive. Termasuk ketika masa pandemi Covid-19 yang menghantam berbagai sektor bisnis. Saat itu, toko utama yang berada di jantung Kota Yogyakarta, di Jalan Malioboro seakan hidup segan mati tak mau.
“Bersyukurnya saat itu kita sudah masuk ke online. Toko offline kan terpaksa tutup itu, Malioboro dipaksa tutup. Tahun 2020, 2021 itu ramai market online. Sampai sekarang tidak turun, tapi jadi market yang sudah tetap stabil. Jadi bukan market yang kaget,” kata Adit.
Adit juga menyebut berbagai adaptasi dengan perkembangan teknologi terus dilakukan hingga saat ini. “Kami terus beradaptasi mengikuti zaman, seperti sekarang memanfaatkan penjualan live di Shopee, dulu kan marketplace biasa, terus ke depan seperti apa, pasti kita adaptasi,” ungkapnya.
Bawa batik ke New York Fashion Week
Saat ini Rianty Batik dikenal di sejumlah negara, bahkan karya batiknya pernah tampil di event New York Fashion Week di Amerika Serikat. Ajang fesyen internasional itu tentunya turut membawa nama Indonesia ke dunia.
“Saat itu motifnya ya ada unsur air, tanah, dan udara, seperti Avatar lah. Tetap dengan gaya motif modern ya, karena kalau di luar negeri kan kita juga mengenalkan batik ini pelan-pelan pastinya,” ujar pria berusia 37 tahun itu.
Disadari Adit, adaptasi dan inovasi harus terus dilakukan, tidak hanya pada media penjualan. Selain beradaptasi dengan gaya khas batik modern yang melekat pada usahanya, ia juga berupaya mengembangkan batik dengan berbagai pilihan bahan kain.
“Kami dengan konsep batik modern, yang bisa dipakai kerja, ketemu meeting, bisa dipakai berbagai acara, anywhere, anytime. Pengembangan selain motif juga pada bahan baku kainnya ke depan,” ungkap Adit.
Dinkop DIY dukung pelaku UMKM manfaatkan marketplace
Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Daerah Istimewa Yogyakarta (Dinkop UKM DIY), Srie Nurkyatsiwi mengatakan, pihaknya selalu mendukung pelaku UMKM untuk go digital. Dinkop UKM DIY melakukan pembinaan untuk pelaku UMKM, memastikan kesiapan mulai produk, Sumber Daya Manusia (SDM), hingga berbagai administrasi yang diperlukan.
“Dengan kondisi ekonomi yang juga dinamis, pelaku UMKM harus bisa beradaptasi. Mereka harus bisa membangun jejaring yang luas, berkreasi, dan membaca peluang, ada permasalahan pasti ada peluang,” ujar Siwi.
Menurut Siwi adaptasi dengan pasar digital menjadi bagian yang penting dari hal tersebut, dan saat ini sudah dilakukan banyak pelaku UMKM di DIY. Mereka juga memanfaatkan berbagai marketplace termasuk Shopee, untuk memperluas jangkauan pasar.
“Mereka kan jadi belajar juga. UMKM yang masuk di sana ada syarat ketentuan, evaluasi. Jadi meningkatkan kualitas, standarnya. Ada program juga Shopee ekspor itu, kan ada syaratnya juga harus laku berapa. Dampaknya pasti besar dengan marketplace, mereka tidak harus ada lapak,” ungkap Siwi.