Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) Kabupaten Bantul, Suprianto.(IDN Times/Daruwaskita)
Sementara itu di Kabupaten Bantul yang wilayahnya perbatasan dengan Kulon Progo, alih fungsi lahan tidak bisa sembarangan. Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) Kabupaten Bantul, Suprianto mengatakan alih fungsi lahan sudah diatur dalam Perda RTRW.
"Jadi sudah kawasan-kawasan yang kita tetapkan untuk lahan pertanian, kawasan perumahan hingga kawasan industri," ujarnya.
Menurutnya hanya lahan pertanian yang berada di zona merah (zona perdagangan dan industri) atau di zona kuning yang bisa digunakan untuk kawasan perumahan.
"Untuk jalan Srandakan yang merupakan jalur utama menuju Bandara YIA sebelum nantinya JLLS selesai dibangun sudah ditetapkan sebagai zona merah sehingga bisa saja lahan pertanian beralih fungsi," ungkapnya.
Alih fungsi lahan persawahan bisa terjadi ketika pemilik sawah membangun rumah di sawah tersebut. Hanya, jika masuk zona hijau (zona untuk pertanian) maka tidak mungkin izin akan dikeluarkan.
"Ya kalau bangun silakan saja tapi tidak akan keluar izin dan rumah juga tidak bisa untuk tempat usaha. Kalau untuk jaminan ke bank juga gak bisa. Ya hanya jadi rumah saja," ungkapnya.
Kondisi seperti itu kata Supri yang sulit dipantau oleh pemerintah karena membangun tanpa izin dan jumlahnya juga tidak bisa diketahui.
"Kita kan tidak bisa memantau warga membangun di lahan pertanian yang itu masuk zona hijau," katanya.
Lebih jauh Supri mengatakan adanya Peraturan Gubernur DIY terkait lahan pertanian juga melindungi agar lahan pertanian di DIY ini tidak beralih fungsi.
"Tapi yang jelas Perda RTRW yang baru di Bantul akan dibahas tahun 2024 ini yang salah satu poinnya adalah memberikan ruang yang luas bagi investor untuk masuk ke Bantul, dengan catatan tetap mempertahankan lahan pertanian yang ada saat ini bahkan daerah yang marginal akan dicoba untuk diubah menjadi lahan pertanian," jelasnya.