IDN Times/Debbie Sutrisno
Lebih lanjut, Ilham menjelaskan jika dalam Pasal 12 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memang telah menegaskan urusan pemerintahan daerah kabupaten/kota yakni untuk menangani gangguan ketenteraman dan ketertiban umum dalam daerah kabupaten/kota.
Namun, pemerintah daerah lewat Satpol PP tidak boleh secara sembarangan melakukan tindakan penghapusan mural yang bermuatan kritik dengan dalih menjaga gangguan ketenteraman dan ketertiban umum. Hal ini karena, tindakan menghapus mural harus diatur dalam Peraturan Daerah (Perda).
Kendati demikian, meskipun sudah diatur dalam Perda, tidak semua mural dapat dilarang dan diperbolehkan untuk dihapus pemerintah. Namun terhadap mural yang tidak memenuhi alasan-alasan yang sah sajalah yang boleh untuk dihapus/dilarang yakni, untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, memenuhi tuntutan yang adil sesuai pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.
"Berdasarkan uraian di atas, PSHK memandang bahwa terhadap mural yang bermuatan kritik, maka pemerintah (baik lewat kepolisian, satpol PP, atau aparat negara yang lain) tidak boleh melakukan intervensi dalam bentuk apapun termasuk melakukan penghapusan terhadapnya, kecuali di dalamnya terdapat muatan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan diantara atau terhadap golongan rakyat Indonesia atau dilakukan di tempat-tempat yang tidak seharusnya, seperti tempat ibadah," paparnya.