Ratusan massa pendukung Lukas Enembe. (IDN Times/Istimewa)
Maka dari itu demi membayar lunas kompensasi yang ditimbulkan, Pukat UGM berharap KPK bisa menjadikan kasus dugaan suap dan gratifikasi Lukas Enembe sebagai pintu masuk untuk pengusutan kemungkinan perkara-perkara lainnya.
Pasalnya, Pukat UGM memandang suap dan gratifikasi senilai miliaran Rupiah dari Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka terkait proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua, terhitung kurang fantastis nominalnya untuk sekelas kepala daerah.
Zaenur meminta KPK turut mengusut dugaan transaksi perjudian Lukas Enembe di sebuah kasino sebesar Rp560 miliar yang ditemukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). KPK diminta menerapkan pendekatan 'follow the money' atau penelusuran transaksi keuangan serta memakai pasal TPPU demi memulihkan aset negara.
"Kasus-kasus yang lain dibongkar seutuhnya dan berorientasi pada pengembalian kerugian keuangan negara, sehingga ini menjadi satu usaha baik untuk melindungi rakyat Papua dari pemimpinnya sendiri yang diduga korupsi dan tentu perbuatan itu sangat merugikan rakyat, karena menghambat pembangunan dan menghambat rakyat mendapatkan hak-haknya yang seharusnya bisa dipenuhi melalui pembangunan," tutup Zaenur.
KPK memproses hukum Lukas Enembe atas kasus dugaan suap dan gratifikasi senilai miliaran rupiah. Dugaannya, Lukas menerima suap dari Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka menyangkut proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. Khusus untuk gratifikasi, KPK menyatakan masih mendalaminya.
Lukas Enembe sendiri ditangkap di salah satu restoran daerah Abepura, Jayapura, Selasa (10/1/2023). Penangkapan ini memicu kericuhan di Papua.
Dalam kericuhan itu, massa pendukung Lukas Enembe yang membawa panah dan senjata tajam menyerang markas Mako Brimob Kotaraja, Papua. Satu orang dilaporkan tewas tertembak pada peristiwa ini.