Bantul, IDN Times - Sebanyak 200 siswa Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 19 Bantul memulai Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) dengan pemeriksaan kesehatan di hari pertama masuk sekolah, Senin (14/7/2025). Berbeda dengan sekolah reguler yang biasanya hanya berlangsung satu minggu, MPLS di SRMA 19 Bantul akan digelar selama tiga bulan. Sejumlah sarana dan prasarana di sekolah ini juga belum sepenuhnya lengkap.
Proses Belajar Mengajar di SRMA 19 Bantul Masih Terkendala Sarpras

Intinya sih...
Proses MPLS di SRMA 19 Bantul berlangsung selama tiga bulan, dengan kendala sarana dan prasarana yang belum lengkap.
Sarana asrama belum sepenuhnya siap, termasuk kekurangan bantal. Alat tulis kantor juga belum tersedia lengkap.
Kurikulum pendidikan mengacu pada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, dengan biaya sekolah per siswa sekitar Rp48 juta per tahun yang ditanggung negara.
1. Kendala di asrama SRMA 19 Bantul
Kepala Sekolah SRMA 19 Bantul, Agus Ristanto, mengatakan seluruh siswa diantar orang tua saat hari pertama masuk sekolah. Karena itu, belum ada siswa yang tinggal di asrama. Nantinya, orang tua hanya diperbolehkan mendampingi anak hingga pukul 13.00 WIB di lingkungan sekolah.
"Nanti malam semua siswa akan menginap di asrama, nah kalau tidak menginap pasti ada sesuatu," katanya, Senin.
Agus menjelaskan, semua siswa telah disediakan asrama yang dibagi antara putra dan putri. Berbagai kebutuhan sehari-hari juga sudah dipersiapkan. Satu kamar akan dihuni empat siswa dengan tempat tidur tingkat. Setiap asrama juga akan didampingi pengasuh yang siaga 24 jam.
"Jadi asrama ada satu pendamping, namun sampai hari ini dari 20 pendamping baru mendapatkan sembilan pendamping. Nantinya guru akan dijadikan pendamping sebelum 20 pendamping tercukupi," tuturnya.
"Untuk asrama semua sudah siap ditempati, tapi memang ada kekurangan bantal yang belum tersedia. Namun dalam waktu dekat atau secepatnya akan dilengkapi," ucapnya lagi.
2. Alat tulis kantor belum tersedia lengkap
Karena masih dalam tahap pra-launching, Kepala Sekolah SRMA 19 Bantul, Agus Ristanto, mengakui masih banyak kekurangan sarana dan prasarana. Salah satunya, hingga kini sekolah belum memiliki guru agama Hindu.
Selain itu, masih ada kebutuhan lain yang harus segera dipenuhi, seperti alat tulis kantor yang belum tersedia. Kondisi ini membuat proses belajar mengajar belum bisa berjalan seperti sekolah reguler.
"Saya sebagai kepala sekolah untuk surat keputusan sampai hari ini belum saya pegang dan baru berproses, termasuk tenaga guru yang lainnya," tandasnya.
3. Besaran biaya sekolah per siswa yang harus ditanggung negara
Meski proses belajar mengajar di SRMA 19 Bantul belum berjalan seperti SMA reguler, namun kurikulum pendidikan tetap mengacu pada kurikulum yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Selain itu, ada tambahan kurikulum penguatan karakter.
"Yang jelas untuk kebutuhan satu siswa dalam satu tahun sekitar Rp48 juta. Jadi kalau siswa ada 200 tinggal dikalikan saja biaya setahun per siswa," ungkapnya.
Di sisi lain, kebutuhan seragam siswa saat ini masih dalam proses pengadaan karena ukuran tiap siswa berbeda-beda. Setiap siswa nantinya akan menerima enam stel seragam, mulai dari baju putih biru, seragam olahraga, hingga pakaian untuk pulang ke rumah.
"Semua ukuran baju seragam sekolah sudah kita ajukan dan tinggal distribusi kepada siswa, sehingga saat ini siswa memang belum menggunakan seragam ketika mengikuti MPLS," tandasnya.
4. SRMA untuk memutuskan rantai kemiskinan
Kepala Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Endang Patmintarsih, bersyukur kerja keras selama tiga bulan akhirnya membuahkan hasil dengan dimulainya penerimaan siswa baru di SRMA 19 Bantul, yang dilanjutkan dengan MPLS selama dua bulan dan diawali pemeriksaan kesehatan siswa.
"Mudah-mudahan dengan kerja bersama dan kolaborasi bisa mengangkat semangat siswa-siswa untuk bersekolah sebab tujuan SRMA ini untuk memutuskan rantai kemiskinan dan bisa mengangkat derajat siswa yang sekolah di SRMA ini," tuturnya.
Endang menegaskan seluruh proses di SRMA 19 Bantul tidak dipungut biaya. Bahkan, semua kebutuhan siswa untuk proses belajar ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah.
"Kebutuhan dari ujung kaki hingga ujung rambut dipenuhi pemerintah. Untuk siswa putri juga difasilitasi pembalut," tandasnya.