Ilustrasi pemerkosaan. (IDN Times)
Dengan berat hati, Andini membonceng motor kakak tingkatnya, sebut saja Joni, sembari memangku sekotak kabel untuk dikembalikan siang itu. Bukan ke tempat pemilik kabel, mereka berhenti di kos kakak tingkat ini dengan alasan mengambil tas. Kos itu masuk ke gang sempit yang diingatnya di wilayah Kapanewon Depok, Sleman. Mahasiswi Angkatan 2019 Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini memilih menunggu di luar, tapi dipaksa masuk ke kamarnya.
Pintu kamar dikunci. Andini ketakutan. Dia teringat peristiwa beberapa malam di kos Joni. Malam itu, Andini terpaksa menginap di kos Joni bersama temannya karena pintu kosnya sudah dikunci. Saat tersadar dari tidur, Joni sudah menindih tubuhnya. Namun Andini mengaku tak tahu secara pasti apa yang dilakukan Joni terhadapnya.
Dan siang itu, kondisi kos sepi. Pintu-pintu kamar kos yang saling berhadapan itu menutup rapat. Saat masuk, Andini tak melihat penghuni lainnya. Tapi dia mendengar ada yang menyetel musik dengan suara kencang. Seolah tak menggubris peristiwa dugaan perkosaan yang tengah dialami Andini di salah satu kamar kos itu.
“Aku juga bilang kalau lagi mens. Tapi dia tetap maksa,” kata Andini saat mengisahkan kepada tim kolaborasi di sebuah kafe di Sleman, 4 Desember 2021.
Dia tak mampu berteriak, apalagi melawan. Tubuhnya serasa membeku. Andini hanya mampu menolak dengan mengucap “enggak mau” berulang kali, tapi tak digubris. Tubuh senior itu sudah menindihnya.
“Aku kecewa dia bohongin aku. Dia jahat banget,” keluh Andini.
Beberapa waktu kemudian, peristiwa yang sama berulang kembali. Terduga pelakunya adalah kakak tingkat satu jurusan, sebut saja Raul. Usai mengajak nonton film sore hari, Raul mengajak Andini mampir ke kosnya yang ekslusif di Jalan Kaliurang. Ada barang yang tertinggal dan menunggu teman yang akan datang. Andini memilih menunggu di ruang tamu. Namun Raul memintanya masuk ke kamar.
Namun Raul pun menutup pintu dan mengeluarkan sekotak kondom dari lemari. Andini ketakutan dan meringkuk di pojok kamar. Dia merasa dijebak, apalagi sudah ada kondom yang seolah sudah disiapkan.
“Aku enggak mau gitu-gitu. Enggak bisa lari keluar,” keluh Andini. Dan kejadian dugaan perkosaan itu berulang kembali tanpa bisa dilawan tubuhnya yang seolah membeku.
Sejak tiga peristiwa kekerasan seksual itu terjadi, Andini tak lagi aktif dalam kegiatan kampus empat bulan lamanya. Dia memilih diam.
“Enggak tahu mau ngomong gimana. Kalau aku bilang, aku nanti dilihat apa sama teman,” kata Andini.
Selama itu pula, Andini mengalami trauma hebat. Sering terbangun dan tiba-tiba menangis saat tidur. Dan di bawah alam sadarnya, dia melukai tangan dengan silet.
“Saat membeli silet, sadar. Tapi enggak tahu buat apa. Tahu-tahu sudah berdarah,” kata Andini.
Hingga kini, dia kebingungan untuk mengadu ke mana. Ruang aman yang dibentuk di teman-teman di kampusnya untuk mengadvokasi kasus-kasus kekerasan seksual, ternyata tak aman buat dia.
“Pelaku ada di sana. Dia salah satu pendirinya,” kata Andini merujuk pada Joni.
Sementara trauma itu masih dialaminya. Belum lagi trauma masa kecil yang menjadi korban kekerasan oleh ayahnya. Dia hanya bisa meringkuk saat dipukul.
“Mungkin itu yang membuat saya nge-freeze (serasa membeku, tak bisa menggerakkan anggota tubuh),” kata Andini menggambarkan kondisinya saat mengalami kekerasan seksual. Bahkan ketakutan itu masih dirasakan ketika Andini tak sengaja bertemu Joni di kampus.
Andini sempat mendapat pendampingan psikolog, tetapi terhenti pada masa pandemik COVID-19 dan putus kontak. Untuk mengadu pihak kampus, dia takut.
“Takut kampus tak mendukung. Nanti malah enggak bisa kuliah lagi,” kata Andini yang merasa berjuang sendirian.
Rektor UNY Prof Sumaryanto menyatakan belum mendapat laporan tertulis terkait kasus-kasus kekerasan seksual di kampusnya hingga 2021 lalu.
“Tapi saya dengar, ada suara-suara miring tentang kekerasan seksual,” kata Sumaryanto, 22 Januari 2022.
Bermula dari kunjungan Badan Ekseskutif Mahasiswa (BEM) dan perwakilan fakultas lain yang mengajak diskusi tentang komitmen UNY soal pencegahan dan penyelesaian kasus-kasus kekerasan seksual pada akhir 2021. Ada beberapa informasi yang akan digali karena korban takut melapor.
“Saya bilang, nanti sampaikan ke saya. Kalau perlu ajak orangnya supaya saya bisa menggali lebih lanjut," kata Sumaryanto.
Dia juga menjanjikan akan merevitalisasi peraturan rektor untuk diturunkan dalam peraturan teknis operasional agar bisa ditindaklanjuti.
“Jadi ada ketentuan komprehensif untuk memberi sanksi bagi pelaku dan melindungi pelapor,” kata Sumaryanto.