Ilustrasi. Petani tembakau di Desa Ngale, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun pilih panen dini. (IDN Times/Riyanto)
Yazid, Ketua DPC APTI Bondowoso menuturkan, para petani kompak meminta pemerintah membatalkan dan meninjau ulang keberadaan dua kebijakan yang dinilai hanya akan mengancam keberlangsungan mata pencaharian 370 ribu petani tembakau di Jawa Timur.
"Kurang lebih 370 ribu petani tembakau di Jawa Timur akan jadi korban," kata Yazid.
"Kami petani tembakau se-Jawa Timur sedang memperjuangkan sawah ladang kami. Sudah sejak turun-temurun kami mengandalkan tembakau sebagai sumber penghidupan. Kami, tegas menolak aturan-aturan pertembakauan di PP Kesehatan dan RPMK, termasuk pemaksaan standardisasi kemasan rokok polos tanpa merek," paparnya.
Menurut Yazid, di Bondowoso sendiri saat ini terdapat lebih dari lima ribu petani yang menanam tembakau. Hasil produktivitas mereka telah diserap oleh 15 industri kecil dan menengah.
"Peraturan-peraturan yang tidak adil itu pasti akan selalu berdampak pada petani. Seperti memaksakan penerapan kemasan rokok polos, kami yang akan rugi, kami tidak tahu siapa atau sektor industri mana yang akan menyerap hasil tembakau kami? Identitas tidak jelas. Padahal ada ratusan hektar tanaman tembakau di sini yang menghidupi masyarakat," imbuhnya.
Sunyoto selaku Ketua DPC APTI Blitar menyebutkan tahun ini hasil panen tembakau melimpah dan kualitasnya lebih baik, terlebih didukung dengan nilai jual yang tinggi di pasar.
Namun, dia yakin tembakau yang selama ini jadi berkah pelan-pelan bisa musnah jika pemerintah tak meninjau ulang PP Kesehatan dan buru-buru mengesahkan RPMK. Apalagi, tahun ini, petani tembakau di wilayah Blitar sedang giat-giatnya menanam tembakau. Luasan lahannya mencapai 6.152 hektare.
"Bagaimana kami bisa bertahan, jika aturan di pusat justru mau membunuh industri yang menyerap hasil pertanian kami," tegasnya.