Ilustrasi syarat dan ketentuan (Pexels.com/RDNE stock project)
Menurut Atthobari, banyak pondok pesantren yang belum memiliki PBG dan SLF karena pengurusnya belum memahami aturan terkait kedua dokumen tersebut. Selain itu, proses administrasi dan teknis yang cukup rumit serta adanya biaya tambahan juga menjadi kendala.
"Kan bangunan ponpes itu sebagian ada yang swadaya dan swakelola masyarakat, sehingga pembangunan gedung ponpes tidak sekali jadi. Ada dana sekian kemudian dilakukan untuk pembangunan, sehingga tidak diawali dengan perizinan yang lengkap," ucapnya.
Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Gus Atok itu menilai masih kurangnya pendampingan dari pihak terkait, termasuk pemerintah, dalam proses perizinan hingga pembangunan gedung ponpes. Ia menilai perlu ada sosialisasi dan pendampingan teknis dari pemerintah, seperti DPUPKP, terkait prosedur pengurusan PBG dan SLF. Pemerintah juga diminta segera melakukan pemetaan ponpes mana saja yang sudah atau belum memiliki kedua dokumen tersebut agar bisa ditindaklanjuti sesuai hasil pemetaan.
"Harus ada kolaborasi yang erat dari pemerintah, pondok, dan lembaga keagamaan yang menaungi pesantren agar bersama-sama membantu proses perizinan bangunan tersebut," tuturnya.
"Karena ponpes ini bergerak di bidang sosial, maka dalam pembiayaan untuk mengurus PBG dan SLF seharusnya ada biaya yang ditanggung atau digratiskan oleh pemerintah," tambah Gus Atok yang juga menjabat sebagai Direktur RSUD Panembahan Senopati Bantul itu.