Ilustrasi kekerasan seksual. (IDN Times/Mardya Shakti)
Herlambang juga meminta kepolisian tak terlalu terpaku pada cara pandang formalitas soal ketiadaan surat kuasa korban kepada Meila yang disinggung kuasa hukum IM. Apalagi, konsep yang dikembangkan oleh lembaga bantuan hukum advokasi struktural yang selama ini dikenal dengan strategi pemberdayaan atau tak melulu bermuara ke proses litigasi. Kepolisian dan pihak pelapor semestinya memahami ini.
"Mestinya dia harus belajar lebih soal apa itu makna pembela hak asasi manusia, saya pembela hak asasi manusia ketika saya bicara di ruang publik soal pembelaan asasi manusia, seorang mahasiswa yang membantu korban kasus penggusuran juga pembela asasi manusia, tidak selalu dengan soal surat kuasa hukum seperti itu ya jadi nggak ya, dan bantuan hukum itu jangan dikira soal formal kuasa hukum saja, tidak," tegasnya.
LSJ FH UGM sendiri hari ini menyerahkan pandangan hukum termasuk rekomendasi atas kasus Meila ke Polda DIY. Pandangan hukum termasuk rekomendasi mereka disusun oleh akademisi, peneliti termasuk dosen dan guru besar UGM.
Selain merekomendasikan penghentian proses penyidikan kasus yang disangkakan terhadap Meila, LSJ FH UGM mendorong proses hukum yang seharusnya berjalan, terutama bagi pihak yang diduga terlibat dalam tindak pidana kasus kekerasan seksual.
Menurut dia, kekerasan seksual yang terjadi dalam kasus yang ditangani oleh LBH Yogyakarta adalah fakta hukum. Dasar ini terkait Surat Keputusan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) No. 327/SK-REK/DPK/V/2020 tertanggal 12 Mei 2020 tentang Pencabutan Penghargaan Mahasiswa Berprestasi Utama Tingkat Universitas Islam Indonesia Tahun 2015 untuk IM dan Putusan Perkara No. 17/G/2020/PTUN.YK yang telah berkekuatan hukum tetap.
"Saya kira tidak perlu ragu ya kalau memang polisi bisa mendorong itu untuk mengungkap tentu sudah ada undang-undang PPKS yang itu bisa diproses," pungkasnya.
Sebelumnya, Polda DIY menetapkan Meila sebagai tersangka dugaan kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh alumnus UII berinisial IM lewat kuasa hukumnya. Ia dilaporkan oleh IM 2021 lalu dan jadi tersangka 24 Juni 2024.
Dalam pelaporannya, pihak IM turut menyertakan bukti berupa sebuah tautan YouTube, menampilkan video rekaman pertemuan daring, di mana Meila menyebut-nyebut pelapor sebagai pelaku pelecehan seksual.
Perbuatan Meila ini dianggap telah memenuhi unsur Pasal pencemaran nama baik di Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3.
Dugaan kasus pelecehan seksual oleh IM terhadap 30 mahasiswi terangkat ke permukaan 2020 silam. Buntut isu ini, UII mencabut gelar Mahasiswa Berprestasi IM. IM lulus pada 2016 silam dan dianugerahi gelar Mahasiswa Berprestasi dari UII pada 2015.
Rektor UII, Fathul Wahid pada 2020 lalu mengungkapkan sikap kampusnya ditempuh setelah memperoleh bukti maupun keterangan dari 11 penyintas atau korban pelecehan seksual yang diduga dilakukan IM.