Relawan Itu Tak Butuh SK, Hanya Perlu Tiga Huruf: MAU

Relawan berbagi cerita melakoni panggilan jiwa, bagian 1

Yogyakarta, IDN Times - Bagaimana cara jadi relawan? Syaratnya apa saja? Apakah harus bergabung dengan suatu lembaga? Entah kali berapa Rimawan Pradiptyo mendapat lontaran pertanyaan seperti itu. Mengingat pandemik COVID-19 telah melahirkan banyak relawan dan organisasi yang menjadi wadah berhimpun.

“Yang penting tiga huruf. MAU,” kata pendiri Sambatan Jogja (Sonjo) dalam diskusi Indonesia Rumah Kita bertajuk "Dari Relawan Jadi Pahlawan” yang digelar MQFM pada 17 Agustus 2021 siang.

Ada pula yang menanyakan, kalau mau membuat selter atau gerakan kemanusiaan, apa dasar hukumnya. Rimawan pun balik bertanya.

“Kalau anda makan, landasan hukumnya apa? Karena butuh. Ya sudah, butuh. Butuh membantu orang karena kondisi darurat,” kata Rimawan.

Apalagi pandemik COVID-19, bagi Rimawan bukanlah bencana. Melainkan musuh bersama. Diri sendiri pun bisa menjadi musuh apabila tidak berlaku disiplin menjalankan protokol kesehatan. Lantaran darurat pula, tak perlu menunggu pemerintah atau masyarakat melakukan sesuatu.

“Kami relawan ya cancut taliwondo, bergerak bersama. Relawan gak punya SK (surat keputusan), SPPD (surat perintah perjalanan dinas). Banyak hal kami terobos juga,” imbuh Rimawan menegaskan.

Baca Juga: Kisah Karmini, Perempuan Bantul yang Kerap Sopiri Jenazah COVID-19

1. Tugas relawan tak harus 24 jam penuh

Relawan Itu Tak Butuh SK, Hanya Perlu Tiga Huruf: MAUPendiri Sonjo, Rimawan Padiptyo. (IDN Times/Tangkapan layar Diskusi MQFM)

Menjadi relawan, menurut Rimawan, tak harus menyediakan waktu 24 jam penuh. Meskipun hanya punya waktu luang dua jam sehari, setidaknya ada yang bisa dilakukan dalam misi kemanusiaan itu.

“Jangan berpikir segalanya harus dengan uang. Kalau (harus dengan uang) gitu, Sonjo gak jalan,” kata Rimawan.

Seperti aktivitas relawan Sonjo yang berbasis koordinasi dan informasi melalui Whatsapp Group (WAG). Sementara orang Indonesia biasa main gadget 3,5 jam sehari. Jika menyisihkan waktu 30 menit saja untuk saling tolong, setidaknya bisa membantu orang lain.

Rimawan mencontohkan, ada pihak yang membutuhkan oksigen. Kemudian ada pihak lain yang mempunyai oksigen. Informasi itu masuk di WAG Sonjo, kemudian relawan mempertemukan keduanya.

“Itu kayak makelaran. Sesederhana itu. Dan bisa dilakukan tanpa uang,” kata Rimawan.

2. Karena panggilan jiwa, kriing tengah malam bersiap datang

Relawan Itu Tak Butuh SK, Hanya Perlu Tiga Huruf: MAURelawan, Karmini. Diskusi MQFM

Karmini, relawan asal Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, menjadi sopir ambulans Human Initiative (HI) yang mengantar pasien ke rumah sakit maupun menjemput jenazah. Dia selalu menghidupkan telepon seluler 24 jam.

Meski dalam kondisi tidur, handphone tetap dalam kondisi aktif. Lantaran pukul berapa pun, dia mesti bersiap apabila ada panggilan tugas datang.

“Kalau sudah panggilan jiwa dan senang membantu, begitu kriiing, halo, saya siap-siap,” kata Karmini yang mendapat dukungan suami.

Tak jarang telepon berbunyi pukul 00.00 malam. Ada kabar pasien butuh diantar ke rumah sakit karena saturasi oksigen di bawah 80. Kantuk yang menggelayut pun hilang.

“Kalau ada bunyi telepon, geragapan, ya enggak ngantuk lagi,” kata Karmini.

Baca Juga: Kisah Satya (1): Terpanggil Antar Pasien Isoman dengan Mobil Pribadi

3. Menjadi relawan bisa dimulai di lingkungan sekitar

Relawan Itu Tak Butuh SK, Hanya Perlu Tiga Huruf: MAUIlustrasi lansia (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)

Awalnya, keinginan Vina Dwi Lestari menjadi relawan tak mendapat dukungan anaknya. Aktivitas relawan penuh kerepotan, mengurus ini itu. Lagi-lagi panggilan hati dan rasa ikhlas membantu sesama bisa meluluhkan hati anaknya. 

“Kalau ingin jadi relawan, ikutlah dengan ikhlas. Tak harus masuk organisasi. Tapi bisa masuk dari rumah-rumah tetangga dengan membantu sekitarnya,” pesan Vina.

Vina mengawali menjadi relawan perukti jenazah COVID-19. Kemudian merawat lansia yang menjalani isoman karena terpapar COVID-19. Mulai dari mengelap badannya agar bersih hingga membantu aktivitas lainnya.

“Banyak lansia yang isoman tak bisa melakukan apa-apa,” kata Vina.

Dia juga menjadi relawan para pasien yang dirawat di selter SMK 2 Sewon, Bantul. Tak takut tertular?

“Saya yakin Tuhan punya rencana bagi saya. Kalau niat baik akan aman, kalau terpapar itu risiko,” kata Vina menenangkan hati.   

4. Ada yang keluar dari pekerjaan untuk menjadi relawan

Relawan Itu Tak Butuh SK, Hanya Perlu Tiga Huruf: MAURelawan, Titin Kartikasari. Diskusi MQFM

Sementara, sehari-hari Titin Kartikasari membuka jasa laundry di rumah. Suaminya membuka bengkel las. Dan pandemik COVID-19 memanggil hati ibu dua anak ini menjadi relawan rukti dan pemakaman jenazah COVID-19 di Kapanewon Sedayu, Kabupaten Bantul. Tanpa pendaftaran dan syarat apapun. Mengingat di sana kekurangan tenaga relawan. Dalam sehari, setidaknya ada tiga jenazah yang mesti diurus hingga pemakaman secara prokes.

“Saya yang di rumah hanya bisa melihat. Kasihan. Akhirnya tergerak ikut jadi relawan,” kata Titin mengisahkan.

Namun ada juga yang mempertanyakan, apabila menjadi relawan akan mendapat apa.

“Kalau yang benar-benar mau jadi relawan, tentu tergerak membantu. Bahkan ada yang keluar dari pekerjaan untuk jadi relawan,” ungkap Titin. 

Bagian kedua: Relawan Kewalahan, Tidur Sebelum Pukul 01.00 Itu Kemewahan

Baca Juga: Relawan Kewalahan, Tidur Sebelum Pukul 01.00 Itu Kemewahan

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya