Perda Zonasi Pesisir DIY Mengutamakan Pembangunan, Mengabaikan Bencana

Pesisir Pantai Selatan DIY masuk zona merah bencana

Sleman, IDN Times – Berdasarkan data Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), sebanyak 21 dari 34 provinsi di Indonesia telah mempunyai Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Termasuk DI Yogyakarta lewat Perda Nomor 9 Tahun 2018 yang diketok palu pada 28 September 2018. Perda tersebut merupakan mandat dari UU Nomor 1 Tahun 2014 jo UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. 

Pasal 1 perda tersebut menjelaskan, rencana zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin.

“Isinya hampir sama. Intinya meminggirkan partisipasi masyarakat pesisir,” kata Deputi Advokasi dan Jaringan Kiara, April Perlindungan dalam diskusi tentang Mitigasi Bencana Bagi Nelayan dan Masyarakat Pesisir di Pantai Selatan Jawa di Sekretariat AJI Yogyakarta, Rabu (6/11) malam.

April pun menduga perda zonasi antar daerah tersebut saling copy-paste.

“Perda zonasi pesisir pantai selatan DIY mirip dengan Banten,” imbuh April.

1. Perda Zonasi DIY tak mengatur permukiman nelayan

Perda Zonasi Pesisir DIY Mengutamakan Pembangunan, Mengabaikan BencanaDosen Mitigasi Bencana UPN Veteran Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno saat memberikan materi diskusi Mitigasi Bencana Bagi Nelayan dan Masyarakat Pesisir di Pantai Selatan Jawa di Sekretariat AJI Yogyakarta, Rabu, 6 November 2019 malam.IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dimulai sejak era Presiden Abdurrahman Wahid hingga kini sebatas mengatur soal laut dan komunitasnya. Belum mengatur tentang ruang di kawasan pesisir. Salah satu dampaknya, tak ada pengaturan permukiman nelayan di pesisir pantai selatan DIY.

“Itu sama seperti di Banten. Juga tidak ada,” kata April.

Di sisi lain, menurut Tim Ekspedisi Destana Tsunami dari Pusat Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta, Eko Tegih Paripurno, meskipun ada bangunan-bangunan yang ada di pesisir pantai selatan DIY, tetapi itu bukan menjadi hunian masyarakat pesisir.

“Itu hanya menjadi tempat usahanya. Kalau rumahnya di (daratan) atas,” kata Eko.

Baca Juga: Kembali Melaut, Nelayan Pantai Samas Panen Bawal Belasan Juta Rupiah

2. Wilayah pesisir selatan menjadi andalan wisata

Perda Zonasi Pesisir DIY Mengutamakan Pembangunan, Mengabaikan BencanaDeputi Advokasi Kiara, APril Perlindungan saat memberikan materi diskusi Mitigasi Bencana Bagi Nelayan dan Masyarakat Pesisir di Pantai Selatan Jawa di Sekretariat AJI Yogyakarta, Rabu, 6 November 2019 malam.IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Mayoritas wilayah pesisir pantai selatan DIY menjadi lokasi andalan wisata. Itu berlaku di kawasan pesisir yang membentang di wilayah Gunungkidul, Bantul, dan Kulon Progo.

“Ini sesuai dengan kebutuhan global yang sangat dipromosikan pemerintah pusat,” kata April.

Wisata pesisir pantai selatan DIY dibagi menjadi tiga sub zona, yaitu wisata alam bentang laut meliputi perairan Pulau Watulawang, Drini, Jumpino, dan Ngrawe di Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul.

Sub zona wisata alam pantai atau pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi Kabupaten Kulon Progo di Pantai Congot dan Glagah di Kecamatan Temon, Pantai Bugel di Kecamatan Panjatan, dan Pantai Trisik di Kecamatan Galur. Pantai di Kabupaten Bantul meliputi Parangtritis dan Depok di Kecamatan Kretek, Pantai Kuwaru di Kecamatan Srandakan. Serta Kabupaten Gunungkidul meliputi pantai-pantai di Kecamatan Girisubo, Tepus, Tanjungsari, dan Purwosari. 

Kemudian sub zona wisata budaya di Pantai Parangtritis dan Parangkusumo di Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, serta Pantai Ngobaran dan Watu Gupit di Kecamatan Saptosari dan Purwosari, Kabupaten Gunungkidul.

“Lama-lama nelayan akan jadi buruh,” kata April.

3. Pembangunan infrastruktur pesisir pantai selatan terus dilanjutkan

Perda Zonasi Pesisir DIY Mengutamakan Pembangunan, Mengabaikan BencanaDirektur Eksekutif Walhi DIY, Halik Sandera saat menyampaikanmateri diskusi Mitigasi Bencana Bagi Nelayan dan Masyarakat Pesisir di Pantai Selatan Jawa di Sekretariat AJI Yogyakarta, Rabu, 6 November 2019 malam.IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Persoalannya, lanjut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DIY Halik Sandera, pesisir selatan DIY yang berdasarkan penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) masuk dalam peta rawan bencana tak membuat pemerintah dan investor urung melanjutkan pembangunan infrastruktur di sana. Bahkan sejumlah mega proyek, sebut saja Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) dan Pelabuhan Tanjung Adikarto di pesisir pantai selatan di Kulon Progo tetap dilanjutkan.

“Bahkan pembangunan bandara menerapkan konsep kota bandara. Padahal masuk zona merah bencana,” kata Halik.

Sementara pembangunan pelabuhan pun menurut Halik terkesan dipaksakan. Mengingat berulang kali area pelabuhan mengalami pendangkalan akibat sedimentasi sehingga harus dikeruk.

“Pantai selatan itu kan tipenya pesisir, perairan, kemudian palung. Jadi pergeseran pasirnya (yang mengakibatkan sedimentasi) sangat cepat,” kata Halik.

Baca Juga: Susi Tak Jadi Menteri KKP, Nelayan Bantul Kehilangan 'Nyi Roro Kidul'

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya