Larung Tumpeng, Wujud Syukur Warga Pinggir Kali Gajah Wong Yogyakarta

Sekaligus memperingati Hari Sumpah Pemuda

Yogyakarta, IDN Times – Air kali Gajah Wong yang berseberangan dengan Kampung Balirejo, Kelurahan Muja Muju, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Minggu (27/10),  terlihat tenang dan bening. Dasar kali yang hijau tampak di permukaan. Airnya dangkal tak sampai lutut kaki orang dewasa. Sementara sampah-sampah plastik bergelantungan tersangkut batang-batang bambu yang meliuk ke bibir sungai.

Di atas sedimen pasir yang mengeras di tepi sungai, baru saja digelar ritual budaya yang diberi nama Larung Kali, Lestari Gajah Wong. Meninggalkan tampah, bambu, dan aneka sayuran sisa hasil bumi yang diarak menuju pinggir sungai. Tiga perempuan berkostum kebaya dan seorang pemuda yang mengenakan surjan sibuk membersihkan.

“Barusan selesai,” kata salah satu pemuda setempat, Dodo Putra Bangsa dengan nafas terengah saat ditemui IDN Times usai acara.

Wajahnya memerah tersengat terik matahari. Teh hangat dalam botol air mineral bekas ditenggaknya sampai tandas. Jarum jam masih menunjukkan pukul 10.00. Prosesinya rampung satu jam lebih cepat dari waktu yang dijadwalkan.

1. Ungkapan rasa syukur terhadap air sumber kehidupan

Larung Tumpeng, Wujud Syukur Warga Pinggir Kali Gajah Wong YogyakartaIDN Times/Pito Agustin Rudiana

Acara dimulai sedari pukul 08.00 dengan mengarak gunungan berisi hasil bumi berupa sayuran, seperti kacang panjang, tomat, kangkung, kelapa, juga padi. Hasil bumi itu ditanam warga di tepian sungai. Ada juga ikan-ikan air tawar, seperti lele, wader, ada juga udang. Tak ketinggalan tujuh nasi tumpeng ikut diarak dalam satu gunungan itu.

“Tujuh itu bahasa Jawanya pitu. Jadi pitu itu ya pitulungan (pertolongan),” kata Dodok.

Maksudnya, pertolongan dari sungai Gajah Wong sebagai bagian dari alam terhadap kehidupan warga bantaran sungai tersebut.

Dodo menjelaskan, tak hanya hasil bumi yang bisa ditanam dan aneka ikan air tawar yang dipelihara warga di tepian sungai yang merupakan bagian dari bantuan sungai. Membangun rumah pun mengandalkan pasir dan batu dari sungai itu. Tak heran, acara tersebut merupakan ungkapan rasa syukur atas limpahan anugerah alam berupa air, hasil bumi, ikan, juga material bangunan. 

Sekitar 300 warga dari usia anak-anak hingga lansia ikut dalam arakan. Mereka mengenakan kostum kebaya dengan kain jarik di bawah lutut serta baju surjan dan ikat kepala untuk laki-laki.

2. Doa bersama lintas agama

Larung Tumpeng, Wujud Syukur Warga Pinggir Kali Gajah Wong YogyakartaDokumentasi Warga Berdaya

Setelah kirab gunungan di tepi sungai, acara dilanjutkan dengan prosesi doa bersama. Pembacaan doa dipimpin tiga pemuka agama dari kalangan warga setempat. Lantaran hanya ada tiga macam agama yang dianut warga di sana, yaitu Islam, Katolik, dan Kristen, maka hanya tiga doa dari tiga pemeluk agama itu yang diucapkan.

“Acara ini juga untuk menyambut peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober,” kata ketua pemuda setempat, Nugroho ‘Gareng’ Rusdianto.

Menurut Gareng, pemuda setempat pula yang menjadi tulang punggung untuk bergotong-royong mempersiapkan acara dan segala ubarampe.

Baca Juga: Ribuan Warga Pleret Antusias Saksikan Tradisi Kirab Bedol Projo

3. Butuh dua tahun untuk meyakinkan warga

Larung Tumpeng, Wujud Syukur Warga Pinggir Kali Gajah Wong YogyakartaIDN Times/Pito Agustin Rudiana

Diakui Dodo, ide untuk menggelar acara itu sudah muncul sejak dua tahun lalu. Namun tak semua warga setuju.

“Ada yang menganggap kirab gunungan dan larungan itu syirik,” kata Dodo.

Akhirnya, selama dua tahun itu pula para inisiator dan pemuda berusaha meyakinkan warga. Pendekatan yang dilakukan pun melalui pendekatan budaya.

“Dan setiap agama menjadikan air sebagai sarana mensucikan diri,” kata Dodo.

Dia mencontohkan. Dalam islam, salat baru dinyatakan sah jika didahului dengan wudu menggunakan air bersih. Ajaran Hindu mengajarkan umatnya untuk menghargai tirtha atau toya atau air sebagai sumber kesucian. Unsur air pun dijumpai di candi Hindu maupun Pura.

Kemudian Buddha juga menjadikan air sebagai sarana mensucikan diri, baik lahir, batin. Alkitab juga memuat banyak pelajaran dari kisah-kisah tentang fungsi air yang penting untuk kehidupan. Kebudayaan Tionghoa menjadikan air sebagai salah satu dari lima elemen dasar kehidupan manusia, selain kayu, api, tanah, dan logam.  

“Sungai itu merupakan anugerah dari Tuhan. Jadi doa syukur dipanjatkan kepada Tuhan,” kata Dodo.

4. Diakhiri pelarungan tujuh tumpeng

Larung Tumpeng, Wujud Syukur Warga Pinggir Kali Gajah Wong YogyakartaIDN Times/Pito Agustin Rudiana

Puncak acara ditandai dengan pelarungan tujuh tumpeng di sungai Gajah Wong. Tiap-tiap nasi tumpeng diletakkan di atas batang pisang agar bisa mengapung.

Nugroho menjelaskan larungan tidak sekadar untuk memanjatkan doa dan rasa syukur kepada Tuhan dan alam. Sekaligus menjadi sarana memelihara kerukunan warga sekitar bantaran sungai dari hulu ke hilir agar terus-menerus melestarikan sungai.

“Apalagi pencemaran sungai dari limbah rumah tangga menjadi tantangan warga yang hidup di tepi sungai,” kata Nugroho.

Harapannya, sungai Gajah Wong menjadi energi positif di tengah potensi krisis air bersih yang mengancam Jawa pada 20 tahun mendatang.

Baca Juga: Belasan Ribu Santri Bantul Ikuti Apel Akbar dan Kirab Budaya

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya