Film Bumi Manusia Banyak Libatkan Bumi dan Manusia Yogyakarta

Sekitar 1.000 kru berasal dari Yogyakarta

Kota Yogyakarta, IDN Times- Yogyakarta menjadi salah satu kota tujuan roadshow gala premiere film Bumi Manusia, sebelum diputar serentak di seluruh bioskop di Tanah Air pada 15 Agustus 2019.

Selain di Yogyakarta, sejumlah kota seperti Surabaya, Jakarta, dan Bandung juga disambangi sejumlah artis pendukungnya. 

Lantas mengapa Yogyakarta dipilih menjadi salah satu kota pemutaran perdana dari film yang diambil dari novel sastrawan besar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer? Ternyata bumi dan manusia di Yogyakarta banyak dilibatkan dalam proses pembuatan film romansa sejarah itu.

1. Melibatkan mayoritas pemain dari Yogyakarta

Film Bumi Manusia Banyak Libatkan Bumi dan Manusia YogyakartaIDN Times/Stella Azasya

Film yang mengisahkan perlawanan orang-orang pribumi terhadap kolonialisme, baik perbudakan, penindasan, dan diskriminasi orang-orang Eropa melibatkan sekitar seribu kru dan pemain. Yang menarik, mayoritas adalah seniman dan masyarakat Yogyakarta.

“Hanya tujuh orang yang saya bawa dari Jakarta,” kata Hanung Bramantyo

Salah satu seniman teater dari Yogyakarta yang cukup memegang peran vital adalah Whani Darmawan. Dia memerankan sebagai Darsam, yaitu carok berlogat Madura yang menjadi pengawal setia Nyai Ontosoroh.

Darsam dikenal dengan baju longgarnya yang hitam dengan celana komprang warna hitam pula. Ditambah kumis melintang dengan celurit khas Madura yang diselipkan di punggungnya.

Selain sebagai petugas keamanan, Darsam adalah kusir kereta kuda yang mengantar Nyai Ontosoroh ketika bepergian maupun mengantar tamu-tamunya atas perintah Sang Nyai.

Sementara para pemain yang memerankan sosok-sosok Eropa maupun Cina adalah orang-orang berkebangsaan asalnya. 

Baca Juga: Tayang di Jogja, Ini Makna Film Bumi Manusia di Mata Sultan HB X

2. Lokasi syuting lebih banyak dilakukan di Yogyakarta

Film Bumi Manusia Banyak Libatkan Bumi dan Manusia YogyakartaInstagram.com / gamplong_studio

Sepanjang film berdurasi lumayan lama hingga 172 menit alias dua jam lebih 52 menit itu ternyata proses syutingnya lebih banyak dilakukan di wilayah Yogyakarta.

“Delapan puluh persen lokasinya di Yogyakarta,” kata Hanung.

Sebut saja lokasi syuting untuk Landraad atau Pengadilan Hindia Belanda yang menggunakan Gedung Societed di kawasan Taman Budaya Yogyakarta. Fasad bangunan tersebut masih sama dengan ketika masa kolonial Hindia Belanda.

Lokasi lainnya menggunakan studio alam bertempat Desa Gamplong, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman. Studio alam itu dibangun sejak proses syuting film Sultan Agung.

Bahkan di studio alam yang diberi nama Gamplong Studio Alam Sleman itu juga didirikan Museum Bumi Manusia. Museum itu berupa rumah bercat oranye yang selama proses pengambilan gambar film tersebut menjadi lokasi rumah Nyai Ontosoroh. 

3. Film Bumi Manusia dibuat tahun 2018

Film Bumi Manusia Banyak Libatkan Bumi dan Manusia YogyakartaIDN Times / Pito Rusdiana

Usai melakukan riset mendalam, sineas asal Yogyakarta, Hanung Bramantyo mulai memproses pembuatan film Bumi Manusia pada 2018. 

Hanung tak ambil pusing dengan berapa jumlah penonton yang akan menonton filmnya. Alasannya, jumlah penonton yang membeludak adalah bonus. 

“Bagi saya, film ini bisa selesai, bisa dinikmati, dianggap tidak mencederai novelnya, itu cukup,” kata Hanung.

Lewat film tersebut, Astuti tak hanya ingin karya-karya Pramoedya Ananta Toer dikenal generasi millennial. Melainkan untuk melanjutkan pula pesan Pram.

“Pak Pram pernah berkata. Sejarah harus dipelajari kembali, kalau tidak akan seperti apa negara ini,” kata Astuti. 

Baca Juga: Novel Pramoedya Ananta Toer Difilmkan, Ini 5 Fakta "Perburuan"

4. Penulis dipenjara, novelnya dilarang terbit

Film Bumi Manusia Banyak Libatkan Bumi dan Manusia Yogyakartaidn times

Represifitas tak hanya dialami dalam kisah perjuangan pribumi melawan kolonialisme yang dinarasikan Pramoedya Ananta Toer dalam novel karyanya, Bumi Manusia. Melainkan juga juga dialami Pram sendiri ketika dituding terlibat komunis sehingga dibuang ke Pulau Buru.

Kreativitas menulis di pulau pembuangan itu tak padam. Sejumlah novel telah dilahirkan, termasuk Bumi Manusia. Ironisnya, represifitas juga dialami karya-karyanya yang dilarang terbit sejak 1981 oleh negara melalui Jaksa Agung.

“Pada 1966, karya Pak Pram diberangus. Pada 1980 terbit lagi. Tapi pada 1981 diberangus lagi,” kata Astuti, anak Pram.

Tak heran, Astuti bersemangat kepada anak-anak muda untuk menghargai karya seni.

“Membuat karya seni itu susah. Maka hargailah karya seni,” kata Astuti.

5. Novel Bumi Manusia dicetak belasan kali

Film Bumi Manusia Banyak Libatkan Bumi dan Manusia Yogyakartawww.google.com

Novel Bumi Manusia lahir di tahun1980. Selama kurun waktu 1980 hingga saat ini, novel setebal 535 halaman karya sastrawan besar Pramoedya Ananta Toer itu telah dicetak belasan kali.

Dan tercatat ada 34 percetakan yang mencetak ulang, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Mengingat novel itu juga diterjemahkan dalam aneka bahasa. Seperti bahasa Belanda, Jerman, Italia, Spanyol, Portugal.

Baca Juga: Menunggu 24 Tahun, Impian Ine Febriyanti Terwujud di 'Bumi Manusia'

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya