Animal Friends Jogja Ajak Perusahaan Pangan Pakai Ayam Bebas Kandang

Ayam yang dikerangkeng rentan penyakit dan bakteri

Yogyakarta, IDN Times – Aktivis LSM yang bekerja untuk kesejahteraan hewan ternak di Indonesia, Animal Friends Jogja (AFJ) mengajak perusahaan yang memproduksi pangan untuk menggunakan telur dan daging dari ayam yang tidak dikerangkeng atau dikandangkan terus-menerus. Melainkan yang diumbar atau bebas berkeliaran di lahan terbuka.

AFJ mencatat, sejumlah perusahaan internasional telah berkomitmen untuk mengalihkan sumber telurnya dari sistem kerangkeng ke non kerangkeng dalam operasionalnya di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Seperti perusahaan Sodexo, Compass Group, Marriott International, Nestlé, dan Unilever.

“Saat ini, kesejahteraan hewan merupakan isu yang menjadi perhatian generasi milenial di Indonesia. Berbeda dengan abad lalu,” kata Manajer Program AFJ Angelina Pane dalam siaran pers yang diterima IDN Times, 3 Agustus 2020.

Komitmen tersebut serupa bentuk respon kepedulian perusahaan pada isu lingkungan dan perubahan iklim. Lantas mengapa ayam yang dipelihara di luar kandang lebih baik kualitasnya ketimbang yang dimasukkan dalam kandang terus-menerus?

Baca Juga: Petani Millennial Karang Kalasan, Contoh Anak Muda yang Bangga Bertani

1. Ayam di kandang baterai hidup berjejal dan tak bisa merentangkan sayap

Animal Friends Jogja Ajak Perusahaan Pangan Pakai Ayam Bebas KandangAyam petelur dalam kandang baterai (Dok. Animal Friends Jogja)

Sistem kerangkeng yang dikenal dengan kandang baterai bak neraka bagi kehidupan ayam yang diternak. Ayam-ayam itu hidup berjejal di dalam ruangan sempit yang luasnya tak lebih seukuran kertas A4. Sehari-hari, ayam-ayam itu menghabiskan hidupnya di sana sebagai mesin produksi telur. Dua tahun kemudian, ayam-ayam yang masuk kategori afkir itu dikirim ke penjagalan karena dinilai tidak lagi menguntungkan.

Hidup dalam kerangkeng seluas kertas A4 membuat ayam tak dapat memenuhi naluri alaminya. Tidak ada sarang untuk bertelur, pasir untuk mandi dan mengais sumber makanan lain, serta kayu untuk bertengger. Sekadar merentangkan sayap pun, ayam tak bisa.

2. Ayam di dalam kerangkeng rentan osteoporosis dan bakteri salmonella

Animal Friends Jogja Ajak Perusahaan Pangan Pakai Ayam Bebas KandangAyam petelur dalam peternakan sistem kerangkeng baterai di Indonesia. Dok. Animal Friends Jogja

Studi menyebutkan, sistem pengurungan menyebabkan ayam menjadi stress dan frustasi sepanjang hidup. Ayam-ayam dalam kerangkeng pun memiliki masalah kesehatan yang parah, seperti pelemahan tulang dan osteoporosis.

Sedangkan studi komprehensif tentang keamanan kebersihan pangan pernah dilakukan European Food Safety Authority mengenai perbandingan kontaminasi salmonella dalam sistem kerangkeng dan bebas kerangkeng. Salmonella adalah jenis bakteri yang bisa menyebabkan tifus atau pun keracunan makanan. Biasa ditemukan pada daging mau pun telur. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa kontaminasi salmonella pada sistem kerangkeng lebih tinggi jika dibandingkan dengan bebas kerangkeng.

3. Kepedulian terhadap hewan ternak bagian dari kepedulian lingkungan

Animal Friends Jogja Ajak Perusahaan Pangan Pakai Ayam Bebas KandangAyam petelur yang diumbar (Dok Galaksi Telur Organik)

Menurut Juru Kampanye AFJ, Among Prakosa, selain sejumlah perusahaan luar negeri, perusahaan cokelat Chocolate Monggo yang berbasis di Yogyakarta juga menerapkan hal sama. Perusahaan cokelat itu mengklaim per Juli 2020 menggunakan telur yang 100 persen dari peternakan bebas kerangkeng untuk bahan membuat kue dan cookies.

Alasannya, ayam yang dibiarkan berkeliaran di lahan terbuka mempunyai kualitas hidup yang lebih baik, tidak mudah sakit, sehingga menghasilkan telur yang baik pula. Upaya itu menunjukkan kepedulian hewan ternak sebagai bagian integral dari kepedulian lingkungan.

“Komitmen ini menunjukkan perusahaan cokelat itu berada di barisan terdepan mewujudkan kesejahteraan hewan ternak untuk sumber pangan,” kata Among.

Sebelumnya, perusahaan ini juga menggunakan bahan-bahan organik dan vegan untuk memproduksi cokelatnya.

“Kami juga mendukung petani kakao lokal untuk mengalihkan ke budidaya kakao organik,” kata Marketing Manager Chocolate Monggo, Steffen Hitscher. 

Baca Juga: Kampung Mrican Sulap Selokan Jadi Kolam Budidaya Ikan

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya