Mengamati Merapi bukan hanya jelang ada gejolak erupsi saja. Apalagi sekarang makin sulit ditebak periodenya. Kondisi ini membuat Heru dan para petugas pos wajib berjaga dengan pola 24 jam. Mengingat jumlah personel cukup terbatas di tiap pos. Terhitung per Juni 2019 ini tinggal 2 orang saja, karena salah seorang seniornya telah memasuki masa pensiun.
Menurut Heru, intinya bagaimana sebisa mungkin Merapi ini tak luput dari penjagaan dan pengamatan. Baik di waktu normal maupun krisis. Segala visual yang diperoleh adalah informasi berharga.
"Tengah malam, enak-enaknya tidur, ada signal bisa didengar di sini. Kita yang tidur-tidur ayam, kita lihat apa yg terjadi, jenisnya apa, berapa amplitudonya, durasinya berapa lama, kita lakukan hingga terdokumen," imbuh Warga Bintaran, Kota Yogyakarta, ini.
"Kita itu polanya beberapa hari menginap di sini. Nggak bisa pulang balik," lanjutnya. Paling lama tak pulang biasanya saat Merapi memasuki level 'siaga' sampai 'awas'. "Pulang itu cuma nengok keluarga, terus sudah berangkat lagi. Kadang nggak sampai semalam," sebutnya.
Tak pelak, pola kerja macam ini membuatnya jarang bertemu keluarga. Pun saat momen-momen penting seperti Lebaran tahun ini.
"Ada merasa sesuatu hal yang kurang utuh. Kurang utuh tanpa kehadiran sosok seorang Bapak. Itu yang saya terima seperti itu. Tidak hanya keluarga kecil saya saja, keluarga besar juga. Mesti ditanyakan. Mereka sudah tahu, tapi mereka mesti menanyakan," ujarnya.
Meski mengaku sudah terbiasa akan situasi seperti itu, tetap saja ada kesedihan yang cukup mendalam bagi Heru saat momen-momen ini tiba. Salah satu contohnya, ketika melewatkan waktu untuk ziarah kubur ke pemakaman mendiang orangtuanya.
"Secara manusiawi, pasti ada suatu hal yang hilang. Saat melakukan budaya, artinya mendoakan orang tua langsung, sujud, di tempat mereka disemayamkan," imbuhnya.
Bahkan beberapa tahun silam saat putrinya yang masih terlalu kecil tersiram air panas, Heru tetap bertugas. Dirinya tidak bisa seketika berada di samping anaknya, lantaran harus menunggu rekannya untuk menggantikannya.
"Tapi terpenting anak harus sudah sampai di rumah sakit terlebih dahulu. Waktu itu benar-benar enggak kuat saya," ucap Heru dengan nada berat seraya menggambarkan kondisi putrinya waktu itu.