Perjalanan Dinas Dipangkas, Para Karyawan Hotel Terancam

- Instruksi Presiden 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja berdampak pada sektor perhotelan Yogyakarta
- Pembatalan reservasi MICE oleh kementerian hingga 40%, memaksa hotel dan restoran melakukan efisiensi operasional
- PHRI DIY meminta kebijakan efisiensi belanja ini dikaji ulang karena berdampak pada perekonomian daerah dan PAD
Yogyakarta, IDN Times - Berlakunya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025 diyakini cepat atau lambat akan membuat sektor perhotelan pincang.
Pembatalan reservasi oleh kementerian untuk Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) di hotel-hotel DIY sampai 40 persen disebut hanya akan membuat perhotelan dan resto membuat langkah serupa, efisiensi operasional.
1. Ambil langkah terburuk, pengurangan tenaga kerja
Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono mengatakan, efisiensi anggaran oleh pemerintah karena berkurangnya perjalanan dinas, rapat atau agenda rutin kementerian/lembaga di daerah dalam jangka waktu tertentu pasti berimbas pada operasional hotel.
PHRI DIY mencatat kontribusi pemerintah di sektor MICE ini bisa sampai 40-50 persen sendiri per tahunnya. Kehilangan pemasukan sedemikian besar, menurut Deddy, bisa saja membuat hotel dan resto memangkas pengeluarannya demi tetap operasional.
"Salah satunya dengan apa, dengan mengurangi tenaga kerja," kata Deddy saat dihubungi, Rabu (29/1/2025).
2. Tak bisa serta merta ubah mindset pasar

Deddy juga bilang, dengan berlakunya pengurangan perjalanan dinas atau agenda kementerian di daerah karena inpres ini, perhotelan juga sulit bisa langsung melakukan penyesuaian. Menurut dia, hotel sudah berinvestasi banyak untuk bisa menyelenggarakan MICE.
"Kalau (usul) mindset pasarnya diubah, tidak semudah mengubah kebijakan Inpres itu. Karena kami punya ruang meeting itu investasi untuk MICE, kalau diubah kapling-kapling kamar, butuh waktu dan biaya," keluh Deddy.
Pada intinya, Deddy menyampaikan perputaran ekonomi anggaran agenda kementerian di daerah tak berhenti di hotel dan restoran. Bisnis akomodasi ini punya rantai panjang hingga ke petani-peternak selaku mitra pemasok bahan makanan dan UMKM yang memasok berbagai keperluan.
Deddy memprediksi mereka juga akan terdampak nantinya. "Ada travel agent, event organizer juga (yang akan terdampak)," tegasnya.
3. Surati presiden dan kementerian terkait

Maka dari itu, kata Deddy, DPP PHRI telah menyampaikan surat yang ditandatangani seluruh DPD organisasinya, meminta agar kebijakan efisiensi ini dikaji ulang.
Surat itu telah disampaikan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto dan kementerian terkait.
"Perekonomian nggak akan bisa berjalan kalau itu diterapkan, terutama di daerah. Perlu diketahui, kami (perhotelan) itu salah satu penyumbang pajak terbesar," ungkap Deddy.
"Pemerintah daerah siap-siap aja kehilangan PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang cukup besar," tutupnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menargetkan penghematan belanja APBN 2025 sebesar Rp306,69 triliun. Caranya, memangkas berbagai pengeluaran belanja di kementerian/lembaga (K/L) hingga dana transfer buat pemda.
Arahan ini termuat dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025, yang diteken Prabowo pada 22 Januari 2025.
Melalui inpres itu pula, Prabowo meminta gubernur, bupati, dan wali kota untuk membatasi anggaran perjalanan dinas, yang harus dipangkas hingga 50 persen.
Imbas dari Inpres ini, PHRI DIY mengungkap adanya gelombang pembatalan reservasi untuk MICE oleh kementerian serta pemerintah daerah hingga mencapai 40 persen untuk periode 2025.
Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono mengatakan, pembatalan reservasi dimulai sejak November tahun lalu. Kata dia, sejumlah kementerian hingga pemda batal melakukan pemesanan untuk MICE ketika rencana efisiensi anggaran pemerintah berembus.
"Sampai 40 persen reservasi dibatalkan. Sejak inpres itu keluar, kementerian-kementerian langsung (membatalkan reservasi)," kata Deddy.
Pembatalan reservasi ini, lanjut Deddy, terjadi secara bergelombang saat sebenarnya prospek sedang bagus-bagusnya.
Deddy berujar, pemerintah menjadi penyumbang MICE paling banyak, rata-rata 40 persen secara keseluruhan. Pada tahun lalu, angka itu meningkat sampai 50 persen hingga setidaknya sebelum wacana pengetatan anggaran bergaung.
"Besar MICE DIY itu (dari pemerintah), lha ini sudah habis kita," bebernya.