Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Jumpa pers Summer Course, di Yogyakarta, Jumat (1/8/2025). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)
Jumpa pers Summer Course, di Yogyakarta, Jumat (1/8/2025). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Intinya sih...

  • Perlu pengelolaan yang baikSalah satu hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi atau mengantisipasi persoalan yang ada, yaitu pengelolaan perhutanan sosial dengan baik. Pemerintah menargetkan alokasi perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektare.

  • Tantangan dihadapiDirektur PSLB, Agus Setyarso mengungkapkan pengembangan perhutanan sosial menerapkan Smart Industrial Agroforestry. Tantangan besar pun juga mengintai, mulai dari degradasi lingkungan hingga drama perebutan lahan.

  • Pendampingan diperlukanAgus menyebut pengelolaan kehutanan sosial perlu pendampingan sangat kompleks. Kegagalan pengelolaan per

Yogyakarta, IDN Times – Program pemerintah untuk mengembangkan perhutanan sosial bisa menjadi sebuah potensi besar, namun juga bisa menjadi persoalan jika tidak terkelola dengan baik. Masyarakat perlu mendapat edukasi untuk bisa mengelola perhutanan sosial dengan baik.

Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian STIPER (INSTIPER) Yogyakarta, Rawana mengatakan persoalan lingkungan menjadi salah satu tantangan Indonesia saat ini. “Climate change, global warming awal-awalnya didrive adanya deforestasi,” ujar Rawana saat konferensi pers Summer Course, Jumat (1/8/2025).

Tantangan lainnya persoalan pangan, yang mana saat ini pemerintah juga menggaungkan Makan Bergizi Gratis (MBG). “Tentu ini satu berhaitan dengan kami di kehutanan, sumber kehidupan, bahan pangan juga,” ucap Rawana.

1. Perlu pengelolaan yang baik

Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian STIPER (INSTIPER) Yogyakarta, Rawana. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi atau mengantisipasi persoalan yang ada, yaitu pengelolaan perhutanan sosial dengan baik. Diketahui pemerintah telah menargetkan alokasi perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektare dengan hak pengelolaan kepada masyarakat.

“Harapan jadi dua persoalan bisa terselesaikan. Persoalan bahan makanan, ekonomi. Kedua, persoalan memperbaiki lingkungan,” ujar Rawana.

Rawana menyebut dari luasan yang ada, baru sekitar 8 juta terealisasi dengan melibatkan kelompok tani. Hal itu menurutnya bahwa pengelolaan perhutanan sosial tidak serta merta. “Masyarakat belum diedukasi bagaimana mengelola kawasan hutan, memberikan nilai lingkungan ekonomi,” ucapnya.

Rawana mengatakan untuk itu perlu adanya tenaga pendamping untuk mengelola hutan. Pendamping nantinya akan dibekali aspek teknis, aspek knowledge. “Kami kerja sama dengan PSLB (Pusat Studi Lingkungan Berkelanjutan) untuk Summer Course 4-8 Agustus 2025, di Temanggung dan Ungaran,” ungkap Rawana.

2. Tantangan dihadapi

Direktur PSLB, Agus Setyarso. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Direktur PSLB, Agus Setyarso mengungkapkan pengembangan perhutanan sosial menerapkan Smart Industrial Agroforestry. Tanaman pepohonan dikombinasikan dengan tanaman pangan, hortikultura, perikanan, peternakan atau kombinasi lainnya.

Tantangan besar pun juga mengintai, mulai dari degradasi lingkungan, kualitas hidup masyarakat yang belum oke, sampai tekanan dari komoditas bernilai tinggi di hilir. Ditambah lagi di Agroforestry kerap muncul drama perebutan lahan.

“Jadi PR-nya nggak sedikit kalau mau semuanya berkelanjutan,” ujar Agus.

3. Pendampingan diperlukan

Ilustrasi hutan (Freepik.com/wirestock)

Senada dengan Rawana, Agus menyebut pengelolaan kehutanan sosial perlu pendampingan sangat kompleks. “Mereka tidak bisa sukses sendirian. Misal di DIY sukses wisata, tapi ketika Covid-19 ambruk, gak tau masyarakat gimana harus hidup,” kata Agus.

Selama ini kegagalan pengelolaan perhutanan sosial karena prioritas masih pada membagikan lahan pada masyarakat. Memberikan SK perhutanan, kalau sudah mendapat SK, kelompok atau masyarakat desa mendapat 1.000 hektare atau 600 hektare.

“Mereka mau apa, enggak ada yang dampingi. Karena gak ada yang dampingi, yang sebagian besar mereka lakukan adalah menunggu kalau ada investor mau nanam apa, investor mau bikin apa, yang itu lalu banyak lahan menganggur. Selama area perhutanan sosial itu tidak mendatangkan uang ke saku masyarakat, itu pasti gagal,” ungkapnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team