Aksi demo di halaman DPRD DIY ricuh IDN Times / Tunggul Damarjati
ARDY melapor kepada Ombudsman Perwakilan DIY pada 27 Januari 2021 silam terkait dugaan mal adminiatrasi pada perancangan Pergub ini karena dianggap tidak melibatkan masyarakat dan terkesan cepat. Mereka akhirnya merasa keberatan dengan sejumlah pasal yang tercantum pada beleid ini.
Salah satu substansi Pergub yang dipermasalahkan adalah pada Bab II Pasal 5, tentang pengaturan aksi demo di kawasan sekitar Istana Negara Gedung Agung, Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Keraton Kadipaten Pakualaman, Kotagede, dan Malioboro. Unjuk rasa hanya diperkenankan selama dilakukan pada radius 500 meter dari pagar atau titik terluar.
Padahal di kawasan terlarang itu terdapat sejumlah lembaga negara, seperti Gedung DPRD DIY dan Kantor Pemda DIY.
Sedangkan, sepenuturan Dewo, Pergub itu sendiri disebut sebagai tindak lanjut terhadap Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Aturan turunan dari UU Nomor 9 itu meliputi Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional, serta Keputusan Menteri Pariwisata Nomor KM.70/UM.001/MP/2016 tentang Penetapan Obyek Vital Nasional di Sektor Pariwisata.
Intinya, masyarakat masih diperbolehkan untuk berunjuk rasa. Hanya saja untuk kawasan yang masuk kategori objek vital diberlakukan persyaratan.
"Pergub ini menyatakan bahwa tidak ada larangan temen-temen untuk menyampaikan pendapat, tetep boleh demo. Cuma untuk wilayah di Malioboro (dan objek vital lain) karena objek vital nasional yang diatur melalui dari Undang-Undang 98 kemudian, Perpres, Peraturan pariwisata, di situ disebutkan objek vital negara harus kita jaga," paparnya.
Solusinya, mereka yang berniat menyampaikan aspirasinya di kawasan objek vital disarankan mengirimkan perwakilannya untuk bertemu para legislator maupun pejabat Pemda DIY.
Atau bisa pertemuan dilakukan di lokasi lain yang telah disepakati. Tentu, di manapun pertemuan itu bagi pihak yang berembug akan disertai pengamanan.
"Orang demo itu ada pro dan kontra, agar tidak terjadi (benturan), misalnya baru demo lalu diganggu orang yang tidak suka, ketika kita hadir kita bisa mencegah itu. Kita jaga di situ. Sehingga kami tidak ingin terjadi peristiwa seperti di Jakarta mahasiswa demo tahu-tahu dikejar masyarakat," tandasnya.