ilustrasi scammer (freepik/jcomp)
Puspa yang lulusan SMP, mengaku perangkat komputer begitu asing baginya. Tapi, dia tak punya pilihan lain. Kerja sebagai scammer pun dilakoninya.
"Kamu tipulah banyak-banyak orang Indonesia. Kamu tidak akan bisa dipenjara. Dan jika kamu tidak bisa menipu, kamu akan merasakan denda atau hukuman. Begitu yang mereka katakan," ujarnya.
Puspa bilang, bisnis scamming ini kepunyaan seorang warga negara China yang berkantor di Kamboja. Mereka mempekerjakan, juga menyasar orang Indonesia sebagai korban penipuan daring ini.
Puspa bekerja dalam sistem tim terdiri dari layanan konsumen atau customer service (CS), resepsionis, dan mentor. Leader alias pimpinan akan membagi tautan ke resepsionis dan CS, yang akan mengolah, menawarkan iklan dan segala hal, serta memberikan komisi awal sebesar Rp18 ribu atau Rp22 ribu.
Para korban biasanya diarahkan untuk mengunduh aplikasi dari Google, bukan Play Store. Selanjutnya diminta top up secara bertahap, mulai Rp110 ribu, Rp160-180 ribu, dan seterusnya. Dengan bimbingan admin yang tampak profesional, mereka diiming-imingi bisa menarik dana.
Selanjutnya, korban dimasukkan ke dalam sebuah grup. Selain korban, grup ini berisikan empat akun palsu. Korban mungkin tak tahu bahwa keempatnya diperankan oleh 'aktor'. Mereka menggunakan foto polisi, tentara, wanita atau individu menarik lainnya.
Puspa mengatakan, mentor mengendalikan grup ini dengan tujuan untuk membangun kepercayaan, sehingga korban bersedia melakukan top up lanjutan sebesar Rp380 ribu hingga Rp1,6 juta hingga Rp7 juta. Pada tahap akhir, korban kembali diminta melakukan top up Rp15-18 juta dan tetap dikenai pajak tambahan Rp7-8 juta.
Hanya saja, saat korban hendak menarik dana cuma Rp1 juta yang bisa dicairkan. Manakala mencoba menarik Rp10 juta, maka akan muncul notifikasi 'kesalahan VIP' dan korban diminta membayar tambahan Rp16-18 juta. Apabila saldo korban besar, semisal Rp50 juta, mereka bakal diminta membayar hingga Rp100 juta untuk memperbaiki sistem VIP.
"Agar tidak tertipu, kalau di-add di grup, lebih baik chat ke personal yang ada di dalam grup itu ajak spam, biar grupnya hilang. Terus jangan tergiur dengan uang instan, kayak pendapatan instan, itu nggak ada. Kita harus susah dulu baru dapat hasil. Kalau dapat link-link mencurigakan, jangan dibuka, lebih baik tinggalkan, blokir aja," saran Puspa.
Modus penipuan ini, kata Puspa, biasanya dijalankan via Telegram dengan metode sangat halus. Nomor yang digunakan pun sulit dikenali bila itu ulah scammer, lantaran menggunakan nomor Indonesia.
"Jangan percaya. Khususnya buat ibu-ibu sama mahasiswa sih, mahasiswa gampang sekali tertipu dan ibu-ibu rumah tangga juga gampang. Jangan percaya," pesan Puspa.
"Kalau ragu, lebih baik browsing. Kita cari tahu di internet. Cari tahu apa sih itu? Mesti muncul kok itu penipuan. Akun ini, mesti muncul kok itu akun penipuan. Dan scam itu udah lama. Kalau udah masuk uang, kita nggak akan kembali," lanjutnya.