Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Ini Pemicu dan Gejala Delirium pada Pasien COVID-19 Menurut Dokter UGM

ilustrasi obat-obatan. (IDN Times/Mardya Shakti)

Sleman, IDN Times - Delirium menjadi salah satu gejala COVID-19 yang harus diketahui. Dokter Spesialis Saraf Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada (RSA UGM), dr. Fajar Maskuri mengatakan delirium merupakan gangguan sistem saraf pusat yang berupa gangguan kognitif dan berkurangnya kesadaran terhadap lingkungan. Kondisi ini terjadi akibat disfungsi otak pada beberapa pasien COVID-19.

Fajar menjelaskan, ada sejumlah gejala delirium. Salah satunya adalah kebingungan, disorientasi, bicara mengigau, sulit konsentrasi/kurang fokus, gelisah, serta halusinasi.

“Gejala-gejala itu munculnya fluktuatif dan biasanya berkembang cepat dalam beberapa jam atau beberapa hari,” ungkapnya pada Kamis (17/12/2020).

1. Penyebabnya banyak hal

foto hanya ilustrasi. (Pixabay.com/lukasbieri)

Untuk penyebab delirium ini karena multifaktor. Mulai dari kurangnya oksigen dalam tubuh atau hipoksia, adanya penyakit sistemik dan inflamasi sistemik, gangguan sistem pembekuan darah yang terlalu aktif (koagulopati), infeksi virus COVID-19 langsung ke saraf. Selain itu, mekanisme autoimun pasca infeksi dan endoteliitis turut berpengaruh terhadap munculnya delirium pada pasien namun dengan intensitas lebih jarang.

“Secara umum, delirium dialami pada 13-19 persen pasien COVID-19,” terangnya.

2. Rentan terjadi pada orang lanjut usia

ilustrasi ruang isolasi (ANTARA FOTO/REUTERS/Marko Djurica)

Fajar menerangkan, delirium ini rentan terjadi pada orang lanjut usia (lansia) atau di atas 65 tahun. Meski demikian, bukan berarti pasien dengan  usia muda tidak bisa terkena delirium. Bukan hanya itu, delirium juga dapat terjadi pada pasien-pasien yang mendapat obat-obatan psikotropika karena kondisi penyakit tertentu.

"Pasien COVID-19 dengan gejala berat berisiko empat kali lipat mengalami delirium. Delirium pada COVID-19 berhubungan dengan pemanjangan masa rawat inap (length of stay) hingga 3 kali lipat,” katanya.  

3. Pasien membutuhkan pemantauan jangka panjang

Ilustrasi pasien (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Lebih lanjut, Fajar memaparkan jika dalam jangka panjang delirium berhubungan dengan outcome fungsional yang lebih buruk pada pasien-pasien COVID-19 yang dirawat. Hal ini lantaran pasien membutuhkan pemantauan jangka panjang untuk menilai beban akibat delirium yang sebenarnya. 

Lalu, pada beberapa pasien COVID-19 bergejala ringan yang tidak membutuhkan rawat inap, dilaporkan mengalami gangguan konsentrasi yang terus-menerus dan penurunan memori jangka pendek (brain fog). 

“Karenanya kenali dan waspadai delirium yang dapat menjadi gejala awal COVID-19. Segera periksakan ke pusat pelayanan kesehatan terdekat bila ada keluarga yang dicurigai mengalami kondisi delirium,” paparnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siti Umaiyah
Paulus Risang
Siti Umaiyah
EditorSiti Umaiyah
Follow Us