Ilustrasi. Pasien menjalani perawatan di tenda darurat yang dijadikan ruang IGD di RSUP Sardjito, Sleman, Rabu (30/6/2021). (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)
Sebelumnya, Pemda DIY dibantu pemerintah pusat berencana membuka tiga rumah sakit lapangan dengan memanfaatkan Rumah Susun ASN BBWS Serayu Opak, Asrama Mahasiswa UGM, dan Asrama Mahasiswa UNY.
Kata Pembajun, berdasarkan rapat terakhir dengan pemerintah pusat ada satu lokasi lagi yang rencananya dikonversi jadi RS lapangan, yakni Balai Diklat PUPR.
Beberapa institusi bahkan bersedia merelakan fasilitasnya untuk dijadikan RS lapangan. Seperti Hotel University Club (UC) UGM, Wisma Kagama, dan Wisma Karanggayam yang dikelola UGM serta Rumah Sakit Respati di Sleman.
"(Daya tampung total RS lapangan) sekitar 800 sampai 850 tempat tidur," kata Pembajun merinci.
Hanya saja masing-masing RS lapangan ini butuh RS rujukan penanganan COVID-19 utama sebagai pengampu yang bisa memastikan faskes-faskes darurat itu bisa beroperasi secara optimal.
Salah satunya melalui mobilisasi nakes ke RS lapangan untuk penanganan reguler maupun darurat.
"Kedua, karena ini RS lapangan, misal di dalam harus dilakukan swab (pasien) harus masuk NAR (pendataanya). NAR-nya siapa, RS lapangan kan belum ada. Jadi masuk ke RS pembinanya," urai Pembajun.
Hanya saja baru sebagian RS lapangan yang telah menemukan pengampunya. Ia merinci, Balai Diklat PUPR diampu RS Bhayangkara, RS Respati dibina RSUD Prambanan, kemudian Asrama Mahasiswa UGM, UC Hotel, dan Wisma Kagama akan dimonitor RSA UGM.
Pembajun pun meminta pemerintah kabupaten/kota bergerak bersama mencarikan pengampu agar berbagai RS lapangan ini bisa segera beroperasi.
"Asrama UNY masih kita jajaki siapa pengampunya, BBWS itu juga belum," pungkas Pembajun.