Kebijakan Subsidi Pupuk Sudahkah Tepat Sasaran?

Ini hasil kajian dari Fakultas Pertanian UGM

Yogyakarta, IDN Times - Kebijakan pupuk subsidi di Indonesia sudah berlangsung lebih dari 50 tahun, tepatnya sejak 1969. Tujuannya, agar kinerja sektor pertanian khususnya tanaman pangan dapat meningkat.

Namun, kebijakan ini dinilai tidak efektif. Berikut hasil kajian tim Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) yang dipimpin oleh Dr. Jamhari.

1. Transaksi dari kartu tani sangat sedikit

Kebijakan Subsidi Pupuk Sudahkah Tepat Sasaran?ilustrasi petani menanam padi di area persawahan. (ANTARA FOTO/Arnas Padda)

Jamhari mengatakan, timnya menemukan adanya ketidaktepatan sasaran distribusi pupuk bersubsidi.

”Yang menyerap bukan petani, serapan ini dilakukan oleh pengecer resmi. Distribusinya apakah ke petani penerima atau ke siapa, kita tidak tahu,” kata dia dalam seminar nasional "Mengkaji Ulang Kebijakan Subsidi Pupuk", Senin (18/7/2022) lalu dilansir laman resmi UGM.

Menurut Mantan Dekan Pertanian UGM ini, dari sampel 100 ribu kartu tani sebagai penerima pupuk bersubsidi, hanya 37 ribu yang tercatat melakukan transaksi.

“Transaksi dari kartu tani saja persentasenya kecil sekali,” paparnya.

Setiap tahunnya, negara mengucurkan anggaran subsidi untuk pupuk sekitar Rp26 triliun. Oleh karena itu, kata Jamhari, petani seharusnya menjadi penerima manfaat tersebut.

Baca Juga: Cuaca Buruk, Petani Bawang Merah di Bantul Rugi Ratusan Juta Rupiah

2. Menyetop subsidi bukan solusi

Kebijakan Subsidi Pupuk Sudahkah Tepat Sasaran?Ilustrasi pupuk bersubsidi (pupuk-indonesia.com)

Kendati demikian, menurut Jamhari, menyetop subsidi pupuk begitu saja bukan solusi yang bijak. Mengingat petani sudah dibuat tergantung pada pupuk pabrikan dengan harga murah selama puluhan tahun, sehingga pasti berat jika harus membeli pupuk nonsubsidi yang harganya dua kali lipat lebih.

Di samping itu, perbaikan penyaluran pupuk bersubsidi yang sudah dilakukan juga masih belum menyelesaikan persoalan utamanya.

“Salah satunya dalam pengusulan dan penyaluran pupuk bersubsidi menggunakan E-RDKK dan kartu tani. Masih menyisakan pertanyaan-pertanyaan mendasar mengapa tetap saja terjadi ketimpangan pengusulan dan kebijakan antarwilayah. Selalu saja adanya kekurangan alokasi pupuk bersubsidi,” ungkapnya.

Untuk itu, Fakultas Pertanian UGM merekomendasikan adanya perbaikan kebijakan subsidi pupuk khususnya bagi pemerintah, mengingat beban anggaran subsidi yang besar. Selain itu, teknis penyaluran pupuk bersubsidi juga perlu dibenahi.

Terlebih, terdapat adanya dualisme pasar soal harga eceran tertinggi dan harga non subsidi, adanya penggunaan pupuk berlebih, serta kondisi industri pupuk yang tidak berkembang secara optimal.

3. Kebijakan menambah lahan sudah baik

Kebijakan Subsidi Pupuk Sudahkah Tepat Sasaran?Ilustrasi lahan pertanian (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Di sisi lain, Jamhari mengatakan pemerintah telah melakukan langkah yang tepat dalam pengembangan pertanian untuk meningkatkan produksi pangan. Salah satunya dengan memperluas lahan.

“Variabel luas lahan, produksi padi misalnya perlu perluasan lahan. Yang paling cepat itu lahan. Selain itu pupuk juga memberikan kontribusi produksi 0,2 ton per hektare per tahun,” terangnya.

Baca Juga: Pengamat UGM Minta Pertamina Matangkan Kriteria Penerima Subsidi BBM

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya