Pakar UGM: Keputusan Jokowi Bubarkan 18 Lembaga Negara Sudah Tepat

Sleman, IDN Times - Guru besar Departemen Manajemen Kebijakan Publik UGM, Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo, menilai keputusan Presiden Joko Widodo untuk membubarkan 18 lembaga publik beberapa waktu lalu merupakan pilihan yang tepat.
Selain dinilai kurang berfungsi dengan baik, 18 lembaga tersebut juga hanya merupakan proliferasi birokrasi yang menelan begitu banyak biaya dari APBN.
1. Pemerintah harus tegas realokasi anggaran

Wahyudi menjelaskan, perampingan dan pembubaran lembaga yang kinerjanya buruk merupakan salah satu upaya reformasi birokrasi. Dengan begitu, pemerintah dapat mengefisienkan dan mengefektifkan kinerja lembaga-lembaga yang sifatnya struktural maupun non-struktural. Apalagi melihat situasi seperti saat ini, yang mana pemerintah harus tegas dalam realokasi anggaran.
Dia menjelaskan, pada 2014 lalu, belanja pegawai pemerintah sudah menelan biaya Rp241,6 triliun. Pada 2019, jumlah tersebut mengalami lonjakan yang cukup drastis, yakni menjadi Rp416,14 triliun.
Menurut Wahyudi, jika belanja pegawai bisa dikurangi dengan menghilangkan lembaga dan satuan-satuan yang tidak diperlukan, APBN akan lebih terfokus dan efektif untuk penanggulangan wabah.
“Ketika pendapatan pemerintah cenderung turun drastis dan pemerintah harus berjibaku menangani wabah COVID-19 sekarang ini, pemerintah harus tegas untuk melakukan realokasi anggaran supaya Indonesia bisa keluar dari ancaman resesi berkepanjangan,” ungkapnya pada Senin (27/7/2020).
2. Efektivitas bisa ditingkatkan

Wahyudi menyebutkan, dampak negatif dari pembubaran lembaga, mungkin dirasakan oleh sebagian pejabat yang terlibat di lembaga-lembaga tersebut karena akan kehilangan kedudukannya. Namun, sepanjang fungsi-fungsinya dapat tetap dilaksanakan oleh kementerian atau lembaga yang relevan, koordinasi dan efektivitas kebijakan justru bisa ditingkatkan.
Wahyudi mengungkapkan, struktur kabinet dan struktur birokrasi di Indonesia sekarang ini memang termasuk sangat gemuk. Di samping terdapat 34 Kementerian atau lembaga setingkat kementerian, terdapat 28 LPNK (Lembaga Pemerintah Non Kementerian) dan 69 LNS (Lembaga Non Struktural). Jumlah ini sudah dikurangi 18 yang telah dibubarkan oleh presiden.
"Ada lembaga-lembaga yang cukup strategis dan kinerjanya cukup baik, tetapi masih banyak yang fungsinya tumpang-tindih dan kinerjanya buruk," terangnya.
3. Struktur kementerian RI sangat gemuk jika dibandingkan dengan negara lain

Wahyudi menjelaskan, jika dibandingkan dengan Tiongkok, struktur kabinet di Indonesia yang terdiri dari 34 Menteri sendiri sudah terlalu gemuk. Yang mana Cina yang hanya memiliki 22 Menteri. Tetapi untuk mengurangi jumlah kementerian, Presiden pasti akan diprotes oleh tokoh Parpol yang selama ini mendukungnya.
Ia juga menyebut bahwa sebagian dari menurunnya kinerja lembaga non-kementerian juga terjadi karena bargaining politik yang melibatkan para anggota DPR.
"Sejumlah lembaga seperti KPK, OJK, dan KPPU misalnya, termasuk lembaga strategis yang di awal pembentukannya sangat penting, tetapi perkembangannya tidak selalu memuaskan khalayak," paparnya.