Pakar Hukum Ungkap Dugaan Pidana di Sidang Praperadilan Keluarga Suciati Saliman

- Agenda sidang pengadilan memeriksa saksi ahli dari pihak pemohon, yakni Inda Rahadiyan, yang merupakan pakar hukum perseroan. Inda menjelaskan tiga persoalan utama dalam pemeriksaan tersebut.
- Kasus ini bermula dari laporan Rianda ke polisi pada 16 Desember 2022 atas dugaan terjadinya tindak pidana memberikan keterangan
Sleman, IDN Times - Sidang praperadilan dengan pemohon keluarga pengelola Masjid Suciati Saliman terhadap Polresta Sleman di Pengadilan Negeri (PN) Sleman dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi digelar, Kamis (5/6/2025).
Gugatan praperadilan ini dilayangkan Rianda Sulistyaningrum, anak kedua pendiri PT. Saliman Riyanto Raharjo, Suciati Saliman, karena Polresta Sleman menghentikan penyidikan atas laporan pemohon tentang kasus dugaan tindak pidana dalam pengelolaan PT. Saliman Riyanto Raharjo.
1. Hadirkan dua saksi

Agenda sidang pengadilan memeriksa saksi ahli dari pihak pemohon, yakni Inda Rahadiyan, yang merupakan pakar hukum perseroan.
Inda yang merupakan pengajar hukum di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, menjelaskan tiga persoalan utama dalam pemeriksaan tersebut.
"Pertama tentang tugas, wewenang, dan tanggung jawab direksi dalam perseroan terbatas," ujar Inda selepas sidang.
Laporan penyidikannya dihentikan Polresta Sleman, menyoal dugaan pidana tindakan menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik atau akta notaris di PT Saliman Rianto Raharjo sesuai Pasal 266 KUHP.
Inda menjelaskan mengenai pelanggaran terhadap fiduciary duty atau kewajiban fidusia oleh direksi. Fiduciary duty adalah kewajiban hukum dan etika bagi seseorang yang bertanggung jawab atas aset atau kepentingan orang lain untuk bertindak dengan itikad baik, penuh responsibilitas, dan hanya untuk kepentingan pihak yang dipercayakan.
Menurut Inda, pelanggaran terhadap fiduciary duty ini sangat memungkinkan mengandung unsur perbuatan melawan hukum, baik secara perdata maupun secara pidana. "Hal ini yang harus digali dan dibuktikan melalui persidangan," sambungnya.
Poin ketiga penjelasan Inda dalam sidang adalah soal pengalihan hak atas saham dan penyelenggaraan rapat umum pemegang saham (RUPS). Menurutnya, RUPS tidak diwajibkan dalam hal pengalihan hak atas saham karena waris.
2. Pembuktian ada tidaknya unsur pidana di proses persidangan

Selanjutnya, Inda menerangkan perihal penghentian penyidikan oleh Polresta Sleman, di mana pembuktian mengenai ada tidaknya unsur pidana semestinya dilakukan dalam proses persidangan.
"Hal ini sangat penting untuk mencari kebenaran materiil yang dalam bebeberapa hal tidak dapat dijangkau oleh Undang-Undang PT," ujarnya.
Sementara pada agenda persidangan sebelumnya memeriksa M. Arif Setiawan, pakar pidana selaku saksi ahli pemohon. Keterangan yang disampaikan di persidangan dilandasi keberatan atas penghentian penyidikan oleh Penyidik dari Polresta Sleman.
"Penghentian penyidikan dilakukan oleh penyidik dengan alasan bukan tindak pidana, sedang menurut pemohon, kasus itu kasus pidana yang fakta dan kronologinya juga tidak dibantah oleh penyidik," ujarnya.
Pakar hukum pidana dari Fakultas Hukum UII ini memaparkan, penyidik telah menyimpulkan bahwa pihak terlapor selaku direktur PT bertindak untuk dan atas nama korporasi yang dia pimpin. Sehingga, terlapor tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana karena bagi penyidik KUHP tidak mengenal pertanggungjawaban pidana korporasi.
Adapun pemohon mendasarkan ketentuan dari Pasal 59 KUHP, bahwa sekalipun pihak terlapor bertindak untuk dan atas nama korporasi, bukan berarti tidak ada pidana jika melakukan pelanggaran.
"Jadi dalam kasus tersebut sebenarnya bukan soal tidak adanya fakta hukum tentang dugaan pelanggaran Pasal 266 KUHP, namun soal perbedaan cara melihat Pasal 59 KUHP antara pemohon dengan termohon," ujarnya.
Ia menyatakan, apabila hakim praperadilan sependapat dengan argumentasi pemohon dan mengabulkan permohonan praperadilannya, maka hakim akan membatalkan surat perintah penghentian penyidikan dan penetapannya serta memerintahkan penyidik untuk melanjutkan penyidikan.
"Sehingga perkaranya wajib diteruskan kepada penuntut umum untuk proses selanjutnya agar kebenaran dan keadilan dapat ditentukan oleh hakim yang nantinya memeriksa dan mengadili perkara tersebut," pungkasnya.
3. Kilas balik kasus

Kasus ini bermula dari laporan Rianda ke polisi pada 16 Desember 2022 atas dugaan terjadinya tindak pidana memberikan keterangan palsu dalam akta otentik perusahaan.
Akan tetapi, setelah naik dari penyelidikan ke tahap penyidikan, laporan dihentikan penyidikannya oleh Polresta Sleman melalui Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/Henti.Sidik/86a/XII/Res.1.9/2024/Reskrim tanggal 16 Desember 2024.
Atas penghentian penyidikan tersebut, Rianda melayangkan gugatan praperadilan ke Polresta Sleman. Sidang perkara tersebut teregister dengan nomor perkara 1/Pid.Pra/2025/PN SMN dengan Hakim Danang Nur Kusumo.