ilustrasi minuman manis (pexels.com/Alexander Grey)
Maria Fatima A. Villena dari Action for Economic Reform (AER) Filipina membagikan pengalaman negaranya menerapkan cukai gula. Ia menyebut kebijakan itu berhasil menurunkan konsumsi minuman berpemanis sekaligus meningkatkan pendapatan negara. “Cukai MBDK terbukti membawa dampak ganda, menekan beban kesehatan sekaligus memperkuat jaminan sosial,” tegasnya.
Sementara itu, Dr. Supriyati mengingatkan bahwa penyakit tidak menular kini menjadi penyebab utama kematian di Indonesia, dengan gula berlebih sebagai faktor risiko. Dari sisi ekonomi, Dr. Novat Pugo Sambodo menjelaskan, cukai bertujuan utama mengendalikan konsumsi, bukan sekadar menambah penerimaan negara. Sedangkan Dr. Arvie Johan menekankan perlunya kepastian hukum agar kebijakan ini efektif dan berkelanjutan.
Meski didorong banyak pihak, pemerintah memutuskan menunda penerapan cukai MBDK yang semula direncanakan pada 2025. Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, Nirwala Dwi Heryanto, menyatakan kebijakan baru akan dijalankan pada 2026. Akibat penundaan ini, negara diperkirakan kehilangan potensi penerimaan Rp3,8 triliun.
DJBC memastikan akan mencari kompensasi dari pos penerimaan lain, termasuk bea keluar CPO yang tengah naik. “Kami akan mencari dari sumber penerimaan lain, baik dari cukai maupun bea masuk dan bea keluar. Kebetulan, harga CPO (crude palm oil) terus naik, sehingga bisa meningkatkan penerimaan dari bea keluar,” ujar Nirwala di Gedung Bea Cukai, Senin (23/6/2025).