ilustrasi pinjol(pexels.com/monstera production)
Di satu sisi korban juga tak mendapat notifikasi soal pinjaman yang dilakukan oleh pelaku. Pasalnya, alamat email yang digunakan pada aplikasi sudah diganti dengan milik pelaku.
Korban baru mengetahui dirinya memiliki sejumlah tunggakan ketika ia didatangi oleh para penagih utang alias debt collector (DC).
"Jadi makanya orang itu (aplikator) tidak bisa menghubungi si korban kan karena emailnya diganti. Korban udah merasa aman, nggak ada pinjol segala macam yang ngehubungin lagi. Padahal, tunggakan tetap harus dibayar, tiba-tiba DC yang datang," kata Rolindo.
Rolindo menyebut modus yang dipakai pelaku kurang lebih sama sewaktu menyasar ratusan korban lainnya. Sementara korban TA akhirnya melaporkan peristiwa ini ke Polda DIY.
Tim Subdit Siber Ditreskrimsus selanjutnya melakukan langkah-langkah penyelidikan, termasuk forensik digital maupun laboratoris untuk melakukan identifikasi pelaku.
Polisi pun akhirnya berhasil mengamankan sosok AS yang ternyata bukan berprofesi sebagai auditor OJK, melainkan seorang pengemudi ojek online alias ojol.
Dari kasus ini, polisi menyita serangkaian barang bukti berupa 1 unit handphone, 1 unit tablet, 1 buah kartu SIM, 32 akun Gmail, 7 akun TikTok dan 1 buah rekening.
Polisi menetapkan AS sebagai tersangka. Dia dijerat Pasal 45A ayat 1 Jo pasal 28 ayat 1 UU No 1/2024 tentang perubahan kedua atas UU No 11/2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik dan/atau pasal 378 KUHP. Ancaman hukumannya yakni pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.