OHANA: Partisipasi Penyandang Disabilitas Diperlukan untuk Capai SDGs

Tapi, semua pihak perlu mengubah paradigma lama

Sleman, IDN Times - Perubahan paradigma terhadap penyandang disabilitas perlu dilakukan demi tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau The Sustain Development Goals (SDGs) yang tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2017.

Stereotip bahwa penyandang disabilitas adalah beban sehingga perlu dibantu dengan demikian mesti dihilangkan agar pembangunan inklusif dapat terwujud. Hal ini dikarenakan penyandang disabilitas dapat menjadi aset yang turut meningkatkan ekonomi negara.

1. Penyandang disabilitas dan TPB

OHANA: Partisipasi Penyandang Disabilitas Diperlukan untuk Capai SDGsIDN Times/Nindias Khalika

Ditemui saat jumpa pers pada Rabu (15/5), Pendiri dan Senior Adviser Disabilitas OHANA Indonesia Risnawati Utami mengatakan Indonesia telah memiliki payung hukum terkait penyandang disabilitas yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk mewujudkan TPB di Indonesia.

“Indonesia sudah punya UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Kalau ditarik ke atas lagi, Indonesia sudah meratifikasi Konvensi tentang Penyandang Disabilitas yang mana konvensi itu adalah hukum internasional. Ini artinya dalam konteks hukum maka negara ini idelanya memiliki komitmen politik maupun secara nilai dalam kehidupan untuk memenuhi dan melindungi hak-hak penyandang disabilitas,” katanya.

Baca Juga: 35 Caleg Disabilitas Turut Berebut Kursi Parlemen pada Pemilu 2019

2. Penyandang disabilitas sebagai aset

OHANA: Partisipasi Penyandang Disabilitas Diperlukan untuk Capai SDGsIDN Times/Nindias Khalika

Risnawati, lebih lanjut, mengatakan bahwa apabila penyandang disabilitas masih dianggap tanggungan maka pembangunan inklusif akan susah terwujud.

“Kita tidak lagi jadi beban tapi bisa menjadi aset yang menyumbangkan 3% sampai 7% Gross Domestic Product (GDP) kalau melibatkan penyandang disabilitas dan kelompok rentan lain. Jadi kamiini besar kontribusinya buat negara tapi masih belum diperhitungkan,” tuturnya. 

3. Partisipasi masih minim

OHANA: Partisipasi Penyandang Disabilitas Diperlukan untuk Capai SDGsIDN Times/ Nindias Khalika

Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Maulani A. Rotinsulu menyoroti soal capaian atau goal yang disasar negara terkait penyandang disabilitas. Ia pun menggaris bawahi minimnya perwakilan Organisasi penyandang disabiltas (OPD) yang ikut dalam Tim Koordinasi Nasional dan Daerah TPB.

“OPD yang ikut tim koordinasi nasional hanya dua organisasi. Itu saja kalau masuk tim koordinasi daerah hilang atau bertahan hanya satu orang jadi partisipasi OPD itu sangat minim. Isu disabilitas, di sisi lain, hanya satu dari 16 goals yang di-review negara dan akan dibawa ke PBB, yaitu soal perlindungan sosial dan menurut Bappenas penyerapan dana untuk dua program dari satu goal itu sedikit. Bagi kami, ini hasil yang tidak baik,” jelasnya.

Menurut data Survei Sosial Ekonomi Sosial (Susenas) tahun 2018, terdapat 30.385.772 penyandang disabilitas di Indonesia. OHANA Indonesia dan HWDI serta organisasi lain yang tergabung dalam Koalisi Disabilitas untuk Pembangunan Inklusif pun memberikan beberapa rekomendasi agar pembangunan berkelanjutan bisa terwujud.

Salah satu rekomendasi itu adalah membuat regulasi tentang mekanisme pengawasan dan evaluasi pembangunan yang inklusif. Hal ini perlu dilakukan supaya evaluasi dan pengawasan OPD dapat diadopsi pemerintah pusat dan daerah. Selain itu, koalisi ini juga menginginkan pengesahan regulasi turunan UU Penyandang Disabilitas yang terdiri dari delapan Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) dan dua Peraturan Presiden (Perpres).

Baca Juga: [LINIMASA] Fakta dan Data Arus Mudik Lebaran 2019

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya