Komedia Marwoto Kawer mengisi pembukaan Ngayogjazz 2019 di Dusun Kwagon, Desa Sidorejo, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, 16 November 2019. IDN Times/Pito Agustin Rudiana
Beruntung, ada komedian Marwoto Kawer di atas panggung. Meski ikut berduka, monolog ringkasnya yang ditampilkan dalam pembukaan mampu membuat penonton tertawa. Dalam monolog itu, Marwoto mengisahkan suasana menjelang Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 dirumuskan.
Dan bukan Marwoto namanya, jika sejarah serius itu bisa diotak-atik menjadi acara yang menghibur. Sembari mendekap wadah biola, Marwoto membanyol dirinya mendapat warisan biola itu dari pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya, Wage Rudolf Supratman.
Ia juga mengisahkan suasana rapat dari sejumlah pemuda perwakilan wilayah yang dipelesetkan dengan nama-nama sungai. Jong Code (pemuda dari Code), Jong Citarum, Jong Kapuas, Jong Mahakam, dan seterusnya.
Sebelum membacakan teks Sumpah Pemuda, Marwoto pun berpidato dengan bahasa campur aduk Indonesia-Jawa. Di sampingnya, selembar gambar kartun tentang profil Djaduk dipajang.
“Pidato-pidato yang melelahkan dan tidak jelas dalam kerapatan tadi diteruskan, ditimbang tanpa timbangan. Segala isi pidato dan pembicaraan yang pating clebung yang sering putus-putus karena putus nyambung. Putus nyambung karena tidak ada atau tidak dapat yang baru…,” kata Marwoto mengundang geeer penonton.
Mereka saling melempar celetukan atas banyolan komedian Yogyakarta itu.
“Iki usule Mas Djaduk (ini usulnya Mas Djaduk),” kata Marwoto mengklarifikasi. Lagi-lagi penontonton tertawa. Akhirnya mereka tahu, Djaduk penggagasnya.