Lomba mural Gejayan Memanggil. Instagram/gejayanmemanggil
Irham memandang, dalam kasus yang ada saat ini menunjukkan poin penting dari seni, yakni bagaimana seniman dapat menyampaikan kritik secara kreatif dan tersampaikan tanpa bisa diadili secara mutlak. Pasalnya, yang ada hanya berupa gambar bukan foto atau video bahkan tidak ada nama yang menyebut gambar tersebut adalah presiden.
Dari kasus ini dapat dilihat mural sebagai media menyampaikan aspirasi atau kritik menghadapi tantangan. Di era demokrasi saat ini justru patut dipertanyakan masih adanya pihak-pihak yang merasa gerah terhadap kritik sosial yang disampaikan melalui mural.
“Sebab, tanpa ada konflik jangan-jangan ada sebuah kondisi mapan yang sebenarnya ada hierarki dominan di situ. Bentuk kritik atau aspirasi apapun hendaknya didengar dan dicari tahu,” terangnya.
Lebih lanjut, Irham mengatakan jika penggunaan mural sebagai media penyampaian aspirasi bisa dikarenakan tidak berjalannya sistem penyampai aspirasi formal di pemerintah dengan baik. Sistem yang tidak lagi mampu menampung aspirasi masyarakat menjadikan sebagian masyarakat mencari media lain untuk menyuarakan pendapatnya dengan cara mengekspos ke publik baik lewat media online maupun offline termasuk mural.
“Kalau via online tidak cukup maka offline juga dilakukan seperti dengan poster dan mural, ini bentuk demokrasi. Tantangan bagaimana pemerintah bisa mendengar aspirasi dan kritik ini tanpa dengan mudah labelinya dengan oposisi dan sebagainya,” ucapnya.