Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
SnapInsta.to_520743856_18522246454022858_1752439936415638102_n.jpg
BEM KM UGM mundur dari Aliansi BEM SI Kerakyatan. (instagram.com/bemkm_ugm)

Intinya sih...

  • BEM KM UGM mundur dari Aliansi BEM SI Kerakyatan setelah menilai Munas XVIII sebagai paradoks konflik dan penguasaan.

  • BEM SI Kerakyatan dinilai mesra dengan pejabat, mencederai independensi gerakan, dan tidak menjaga jarak dengan penguasa.

  • Kejadian kekacauan pada Munas XVIII yang menyebabkan luka fisik dan trauma psikis membuat BEM KM UGM memilih jalan sunyi tetapi bercahaya.

Yogyakarta, IDN Times - BEM Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM) menyatakan menarik diri dari Aliansi BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan. Keputusan ini diumumkan setelah mereka mengikuti Musyawarah Nasional (Munas) XVIII BEM SI Kerakyatan di Padang, Sumatera Barat, pada 13-19 Juli 2025.

"Kepada Kawan-Kawan Aliansi BEM SI Kerakyatan: demi meneguhkan nilai & kesetiaan pada gerakan rakyat, BEM KM UGM menarik diri dari Aliansi BEM SI Kerakyatan," tulis Ketua BEM KM UGM, Tiyo Ardianto, dalam pernyataan resminya melalui akun media sosial @bemkm_ugm.

1. Paradoks di Munas Aliansi BEM SI

Tiyo menegaskan BEM KM UGM tidak memiliki ambisi untuk terlibat dalam kontestasi apapun dalam struktur kepengurusan BEM SI. Bagi mereka, cukup berperan sebagai bagian yang ikut meletakkan fondasi sejak BEM SI lahir pada 2007 dan kemudian membersamai perjalanan aliansi tersebut.

Awalnya, BEM KM UGM yang diwakili oleh tiga mahasiswa termasuk Tiyo, menganggap bahwa forum tersebut dapat menjadi ruang strategis untuk merumuskan arah gerak perjuangan mahasiswa untuk rakyat.

"Yang terjadi justru paradoks: forum tersebut menjadi ruang konfliktual nir-substantif sekaligus tempat penguasa memoles muka. Sesama mahasiswa bisa baku hantam dan saling mengumpat, bukan karena keberpihakan atau ideologi yang berbeda, tapi karena ada sesuatu yang diperebutkan: entah apa," ujar Tiyo.

2. BEM SI Kerakyatan mesra dengan pejabat

Tiyo menilai kehadiran sejumlah tokoh yang dianggap sebagai simbol kekuasaan telah mencederai independensi gerakan. Tokoh-tokoh itu antara lain Ketua Umum Partai Perindo, Menteri Pemuda dan Olahraga, Wakil Gubernur Sumatra Barat, Kapolda, hingga Kepala BIN Daerah Sumatra Barat.

Mereka juga menyoroti sikap para pejabat tersebut yang memamerkan kebersamaan dengan mahasiswa melalui media sosial. "Mungkinkah mereka masuk ke forum murni diundang, atau karena ada tiket masuk yang telah mereka dapatkan?" imbuhnya.

Sebagai lembaga pergerakan, BEM seharusnya mampu menjaga jarak dan memberi batas tegas dengan penguasa. Namun, mereka menilai BEM SI belum mampu memberikan teladan yang membanggakan.

Mereka bahkan menyaksikan langsung adanya karangan bunga dari Kepala BIN Daerah Sumatra Barat yang sempat disembunyikan pada pagi hari, lalu dimunculkan kembali saat pembukaan ketika para elite politik dan aparat hadir. "Sebenarnya, kemesraan apa yang terjalin antara BEM SI dan BIN sehingga hadir karangan bunga?" lanjut Tiyo.

3. Pilih jalan sunyi

Tiyo melanjutkan, terjadi kekacauan pada Jumat dini hari, 18 Juli 2025. Dalam insiden itu, seorang mahasiswa mengalami patah tulang, sementara satu lainnya lebam di wajah dan bibirnya berdarah. Beberapa mahasiswa lain juga mengalami trauma psikis akibat ketegangan dan ancaman yang terjadi.

Tiyo menyesalkan kejadian tersebut. Menurutnya, tidak ada jabatan yang pantas diperebutkan hingga harus berujung keributan. "Kesatuan kita adalah aset berharga bagi gerakan rakyat sipil," tegasnya.

BEM KM UGM menegaskan komitmennya untuk tetap menjaga nilai dan marwah gerakan. "Kami memilih jalan sunyi tapi bercahaya: setia bersama Rakyat Indonesia. BEM KM UGM not for sale," tutup dia.

Editorial Team