Pujo mulanya menjelaskan, menurut Putut, Ketua Bike to Work selaku penyelenggara Gowes Mudik, jika rangkaian kegiatan ini adalah yang terpenting bukan perjalanannya, tapi ibadahnya. Mengingat agenda ini dihelat masih dalam momen bulan ramadan. Maka dari itu, skema touring ini pun disiapkan sedemikian rupa.
"Buat teman-teman yang puasa itu disarankan gowes serius atau mengejar lokasi selanjutnya itu, start malam sampai jam 1 pagi. Menunggu waktu sahur lalu salat Subuh. Setelah tidur sedikit, lalu gowes santai sampai jam 9 pagi," jelasnya.
Setelah itu, diimbau untuk istirahat di posko sampai waktu Ashar. Disusul gowes santai lagi sampai ba'da (setelah waktu) Magrib. "Lalu berbuka, salat Isya. Yang mau tarawih, dipersilahkan. Karena Om Putut berpesan, intinya gowes ini bukan soal perjalanannya, tapi ibadahnya. Gowes dengan sepeda itu sarana. Yang memang punya niat tidak berpuasa, disarankan batal ikut gowes mudik. Karena niatnya memang ibadah," tegas dia.
Bukan maksud Pujo melangkahi wejangan seniornya itu tadi. Tapi karena memang harus melintasi teriknya jalur Pantura, membawa barang bawaan seberat hampir 20 kilogram, kemudian ditinggal rombongan, kelelahannya pun memuncak di hari ke-3 perjalanan.
Memasuki hari ke-4, tepatnya jam 1 dini hari, ia yang berniat istirahat sesaat di sebuah Posko di daerah Buntu, Gombong, malah 'kebablasan' dan melewatkan waktu sahur saking lelahnya perjalanan kemarin.
"Bangun udah jam 5 pagi. Kita pikir, karena kalau puasa, seberapa jauh kita bisa kejar target lokasi berikutnya. Akhirnya, kami memutuskan gak puasa. Karena gak puasa itu, siang nggenjot aja terus. Sehingga estimasi saya sampai rumah Minggu malam, malah Minggu dini hari sudah sampai," bebernya.