Masyarakat Pantai Parangtritis Bantul Gelar Pisungsung Jaladri

Intinya sih...
- Tradisi Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri di Parangtritis, Bantul, berlangsung sejak 1989 sebagai ungkapan syukur masyarakat atas rezeki hasil bumi dan laut.
- Wakil Bupati Bantul menilai upacara ini memiliki makna mendalam tentang hubungan manusia dengan alam, serta nilai religius masyarakat yang menyandarkan kehidupan pada Tuhan Yang Maha Esa.
- KPH Yudanegara menyebut tradisi ini sebagai bagian dari ruh Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, menjaga harmoni antara manusia, alam, dan sang pencipta.
Bantul, IDN Times - Warga pesisir Pantai Parangtritis, Kapanewon Kretek, Bantul, kembali menggelar tradisi tahunan Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri. Tradisi yang telah berlangsung sejak 1989 ini menjadi bentuk ungkapan syukur masyarakat atas rezeki hasil bumi dan laut.
Ratusan warga Kalurahan Parangtritis turut ambil bagian dalam upacara ini. Mereka mengenakan pakaian adat Jawa dan membawa uba rampe yang kemudian dikirab dari Pendopo Pantai Parangtritis menuju Cepuri di kawasan Pantai Parangkusumo.
Setibanya di Cepuri, uba rampe didoakan oleh abdi dalem dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebelum dilarung ke laut sebagai bagian dari prosesi penutup.
Selain prosesi adat, sejumlah pertunjukan kesenian juga ditampilkan oleh warga pesisir untuk menyambut wisatawan yang datang.
1. Pisungsung Jaladri bukan hanya sekadar upacara adat
Wakil Bupati Bantul, Aris Suharyanta, menyebut tradisi Pisungsung Jaladri sebagai bagian penting dari kekayaan budaya Yogyakarta. Ia menilai, upacara ini bukan sekadar ritual adat, melainkan memiliki makna mendalam tentang hubungan manusia dengan alam.
“Sebagai masyarakat Bantul, kita patut berbangga karena memiliki tradisi yang luhur ini, yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang kita. Selain itu, Pisungsung Jaladri juga menjadi pengingat akan pentingnya menjaga keseimbangan dan keharmonisan antara manusia dan alam,” ujarnya, Selasa (27/5/2025).
Tradisi ini juga dianggap sebagai cerminan nilai religius masyarakat Bantul yang selalu menyandarkan kehidupan pada Tuhan Yang Maha Esa. Aris menegaskan, keberlangsungan upacara adat ini tidak lepas dari kesadaran warga dalam merawat warisan budaya. “Upacara adat ini dapat terus hidup dan berkembang karena adanya kesadaran dan tanggung jawab dari masyarakat untuk menjaga warisan budaya ini,” katanya.
3. Pisungsung Jaladri bagian dari ruh Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta
Sementara itu, Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudanegara menyebut bahwa tradisi Pisungsung Jaladri merupakan bagian dari ruh Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Inilah tugas kita, menjaga harmoni antara manusia, alam, dan juga sang pencipta. Budaya yang tidak hanya dijaga dan dilestarikan tapi juga menghidupi dan memberi arah. Mari terus kita rawat tradisi ini, kita hidupkan bersama,” ujarnya.
3. Tujuan digelarnya Adat Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri
Dukuh Mancingan, Kalurahan Parangtritis, Handri Sarwoko, menyampaikan bahwa upacara Adat Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri merupakan agenda rutin tahunan yang biasanya digelar setelah panen raya. Karena itu, waktu pelaksanaannya menyesuaikan, umumnya jatuh pada bulan Mei, Juni, atau Juli saat pasaran Wage.
"Kami bersyukur ini kan adat istiadat nenek moyang usai panen raya. Uba rampe dilabuh di Parangkusumo," ujarnya di sela-sela acara.
Ia menambahkan, wujud syukur usai panen raya ini mengalami penyesuaian. Dahulu dilakukan dengan pertunjukan wayang, kini dikemas dalam bentuk merti dusun yang dikenal sebagai upacara Adat Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri.
Handri berharap tradisi ini bisa menjadi ungkapan syukur kepada Allah SWT atas hasil panen yang memuaskan. Selain itu, sebagai daerah wisata, upacara adat juga diharapkan bisa menarik kunjungan wisatawan ke Pantai Parangtritis.
"Upacara adat yang dilakukan bukan musyrik, tetapi nguri-uri budaya," tuturnya.