Pakar hukum tata negara sekaligus mantan ketua MK, Mahfud MD. (IDN Times/Tunggul Damarjati)
Mahfud sendiri pernah menyatakan menolak untuk membahas kelanjutan RUU MK saat dirinya masih menjabat Menko Polhukam dulu sekitar. Dia pernah ditunjuk sebagai wakil pemerintah dalam rapat kerja bersama legislatif membahas revisi keempat UU MK.
Beberapa pasal yang ia anggap rancu adalah Pasal 23 RUU MK yang menyebutkan hakim mahkamah maksimal hanya bisa menjabat selama 10 tahun dan dievaluasi setiap lima tahun. Dalam artian, hakim MK wajib dikembalikan ke lembaga pengusul yakni Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung untuk dievaluasi kembali setiap lima tahun.
Mahfud juga keberatan soal peralihan Pasal 87 RUU MK. Pasal ini mengatur hakim sudah bertugas lebih dari lima tahun, tetapi belum sepuluh tahun harus dimintakan izin kembali kepada institusi pengusulnya. Sehingga, ini menimbulkan konsekuensi pada Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Suhartoyo yang bisa saja diberhentikan secara mendadak sebelum memasuki masa pensiun mereka.
"Nah saya tidak setuju waktu itu, pak kalau ada perubahan pasal seperti ini, seharusnya ini berlaku untuk yang akan datang. Biasanya ketentuan peralihan bunyinya begini, bagi hakim yang sekarang bertugas maka dianggap sah sesuai dengan UU ini sesuai dengan keppres yang memberlakukannya. Keppresnya itu ya besok, sesuah ia habis masa tugasnya di dalam lima tahun yang kedua, keppresnya sudah ada, kenapa diminta konfirmasi lagi, kan melanggar asas hukum tata negara, asas kepastian hukum," ucapnya.