Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Mahfud MD: Hukum Sekarang Tak Selalu Bisa Imbangi Oligarki

IDN Times/Galih Persiana

Sleman, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyebut hukum yang sekarang tak selalu mampu mengimbangi kemunculan dan kekuasaan oligarki di berbagai sektor.

"Hukum sekarang tidak selalu mampu mengimbangi perkembangan oligarki," katanya dalam Seminar Nasional Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Kagama, Sabtu (27/8/2022).

1. Oligarki bergentayangan

Ilustrasi koruptor. (IDN Times/Sukma Shakti)

Mahfud menuturkan, keluhan masyarakat akan gejala kemunculan oligarki mulai bermunculan. Atau menurutnya adalah sistem kepemimpinan yang ditentukan oleh sekelompok orang yang saling kolutif.

Kelompok ini menyusun kecurangan sebelum memformalkannya melalui undang-undang di lembaga legislatif. Praktik oligarki ini muncul dalam bentuk mafia di berbagai bidang. Mulai dari pertanahan, peradilan, hingga perbankan.

"Sehingga ada permainan di situ," ucapnya.

2. Kejamnya mafia tanah

Ilustrasi sertifikat tanah. (IDN Times/Istimewa)

Mafia tanah, menurut Mahfud, adalah salah satu wajah praktik oligarki yang paling menyengsarakan. Dia mengaku sedih kasus ini masih marak ditemukan melibatkan aparat penegak hukum dan lembaga-lembaga penerbit sertifikat tanah.

Sindikat mafia tanah ini bergentayangan untuk mencaplok tanah-tanah masyarakat melalui beragam modus. Dia mengingatkan warga untuk mengecek dan menjaga surat-surat berharga, termasuk sertifikat tanah.

Pengecekan sertifikat tanah perlu dilakukan untuk menunjukkan keabsahan dokumen tersebut.

"Itu sering sekali orang punya sertifikat lupa nengoknya, lupa ngurusnya, tahu-tahu sudah dipakai orang lain. Orang lain yang punya sertifikat. Ketika diadukan ke pengadilan, ke polisi, 'Pak, ini kok sertifikat saya kok berubah', 'Lho gak tahu, ini asli kok yang punya. Kamu mungkin tidak asli'," kata Mahfud membeberkan modus sindikat mafia tanah.

"Maju ke BPN. BPN-nya bingung kok ada dua sertifikat sama-sama asli. Lalu BPN bilang 'Yaudahlah ke pengadilan'. Di pengadilan yang punya kalah, malah masuk penjara yang punya asli," lanjutnya.

3. Nekat suap di pengadilan

Ilustrasi hakim di pengadilan. (IDN Times/Sukma Shakti)

Kekalahan pemilik asli sertifikat tanah, kata Mahfud, di banyak kasus tak terlepas dari manuver para sindikat mafia tanah yang melibatkan banyak aktor untuk menjalankan praktik culasnya.

Semisal pun sampai digugat, mafia tanah tak segan menyuap aparat pengadilan untuk memenangkan perkaranya.

"Terkadang orang, beli tanah mahal-mahal, tinggal beli sertifikat aja lalu suruh ke pengadilan bayar, diatur semua. Ini sekarang masih banyak," pungkasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us