Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Suharto. (IDN Times/Tunggul)
Sebelumnya, MA melalui Suharto membantah pimpinan lembaganya melakukan korupsi lewat pemotongan HPP hingga Rp97 miliar sebagaimana yang dituduhkan IPW.
Suharto mengatakan, pemotongan HPP para hakim agung telah disepakati secara sukarela. Mereka bersedia menyerahkan 40 persen haknya untuk disalurkan kepada tim pendukung teknis dan administrasi yudisial.
"Bahwa tidak ada praktik pemotongan honorarium penanganan perkara
hakim agung yang dilakukan secara paksa dengan intervensi pimpinan
Mahkamah Agung," kata Suharto.
Kesediaan para hakim agung, lanjut Suharto, dituangkan melalui sebuah surat pernyataan bermaterai dan diketahui oleh ketua kamar yang bersangkutan.
"Seluruh hakim agung membuat surat pernyataan penyerahan secara
sukarela sebagian haknya atas honorarium penanganan perkara dan surat kuasa pendebetan. Dengan demikian, tidak benar ada hakim agung yang melakukan penolakan," ucap Suharto.
Lebih lanjut, Suharto mengungkap alasan yang melatarbelakangi penyerahan sebagian HPP tersebut, yakni para hakim agung sadar bahwa mereka sendirian tak akan mampu menuntaskan proses penanganan perkara di MA.
Oleh karenanya, kerja kolektif antara hakim agung sebagai pelaksana fungsi utama dan unsur kepaniteraan dan kesekretariatan MA sebagai pendukung teknis dan administrasi yudisial sangat amat diperlukan.
"Percepatan penyelesaian perkara tersebut hanya dapat terwujud jika adanya sinergitas antara hakim agung sebagai pelaksana fungsi utama dan unsur kepaniteraan dan kesekretariatan Mahkamah Agung sebagai pendukung teknis dan
administrasi yudisial," ujar Suharto.