Kronologi Mahasiswa UII Penggugat UU TNI Diduga Alami Intimidasi

- Mahasiswa FH UII mengalami intimidasi berupa pengambilan data pribadi oleh aparat terkait UU TNI.
- Keluarga Mahasiswa FH UII siap melawan bentuk intimidasi ini dengan menuntut keamanan bagi warga negara yang menggunakan hak konstitusionalnya.
- Dosen dan wakil dekan FH UII serta himpunan advokat alumni FH UII siap mendukung aksi mahasiswa dalam menentang intimidasi ini.
Sleman, IDN Times - Sejumlah mahasiswa penggugat UU TNI dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Yogyakarta, diduga mengalami intimidasi berupa pengambilan data pribadi. Keluarga Mahasiswa FH UII pun menyatakan akan melawan bentuk intimidasi yang disebut dilakukan oleh aparat ini.
1. Kronologi dugaan intimidasi, didatangi sosok mengaku dari MK

Melalui pernyataan sikap yang dibacakan oleh Ketua Lembaga Eksekutif Mahasiswa FH UII, M. Rayyan Syahbana, dijelaskan kronologi peristiwa sebelum dan ketika tindakan dugaan intimidasi itu dilancarkan.
Rayyan menerangkan, mulanya sejumlah mahasiswa FH UII melakukan uji formil terkait UU TNI ke Mahkmah Konstitusi pada tanggal 9 Mei 2025. Mereka menilai ada indikasi kuat pelanggaran prosedural dalam proses pembentukan UU TNI, berupa tidak adanya partisipasi masyarakat. Bagi para mahasiswa, ini melangkahi asas keterbukaan di Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011.
Mereka juga melihat adanya kejanggalan dalam naskah akademik yang dipakai dalam penyusunan rancangan revisi UU TNI.
Kemudian, MK setelah sidang pertama memberikan waktu dua pekan kepada para pemohon untuk melakukan perbaikan permohonan dan menyerahkannya kembali pada tanggal 22 Mei 2025.
Akan tetapi, lanjut Rayyan, dua hari sebelum sidang atau tanggal 20 Mei 2025, salah seorang mahasiswa pemohon bernama Abdur Rahman Aufklarung mengalami pengambilan data pribadi di pemerintah desa tanpa sepengetahuan yang bersangkutan.
Menurut Rayyan, pengambilan data dilakukan oleh orang yang mengaku sebagai aparat setempat. Mahasiswa pemohon lainnya bernama Irsyad Zainul Mutaqin ternyata juga mengalami hal serupa.
Kata Rayyan, sosok yang meminta data identitas pemohon kepada RT setempat tersebut kala itu mengaku berasal dari lembaga MK. Sosok itu bilang data dipakai untuk tujuan verifikasi faktual menyangkut permohonan uji materiil, yang sebenarnya adalah uji formil.
"Namun pada sidang kedua tanggal 22 Mei 2025, pemohon bertanya terkait orang yang meminta data mengatasnamakan Mahkamah Konstitusi, Hakim Mahkamah Konstitusi mengatakan bahwa dari pihak Mahkamah tidak meminta data dari identitas pemohon," kata Rayyan membacakan pernyataan sikap di FH UII, Sleman, DIY, Senin (26/5).
Mahasiswa pemohon lainnya yang bernama Bagus Putra Handika Pradana, ternyata juga mengalami hal macam ini. Kata Rayyan, dua orang mengaku utusan MK sempat mendatangi ketua RT tempat Bagus tinggal.
2. Bunyi pernyataan sikap FH UII

Rayyan melanjutkan, kejadian ini membuktikan bahwa Indonesia tengah mengalami darurat demokrasi yang dapat berujung pada runtuhnya kebebasan berpendapat dan berekspresi, serta melanggar Pasal 28 UUD 1945.
Bagi mereka, lengambilan data tanpa kejelasan identitas, legalitas dan harapan tujuan dari pihak yang mengaku sebagai aparat negara atau lembaga konstitusional macam ini secara nyata melanggar hak atas perlindungan data pribadi dan Pasal 65 ayat (1) UU No 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
Belum lagi mencederai rasa aman dan tenteram terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang tercantum pada Pasal 30 UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Maka dari itu, Keluarga Mahasiswa FH UII lewat pernyataan sikap ini menuntut pemerintah dan institusi terkait untuk menjamin keamanan bagi seluruh warga negara yang menggunakan hak konstitusionalnya dalam menyampaikan kritik dan pendapat.
Selanjutnya, menegaskan pentingnya perlindungan terhadap hak mahasiswa untuk menyampaikan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab dalam koridor akademis dan konstitusional.
Para civitas juga mendukung penuh hak mahasiswa FH UII untuk menyampaikan pendapat dan berpartisipasi dalam proses uji konstitusional sebagai bagian dari kebebasan akademik dan pembelajaran praktis di bidang hukum.
Selanjutnya, Keluarga Mahasiswa FH UII mendukung inisiatif menggunakan jalur konstitusional melalui MK sebagai wujud partisipasi aktif dalam proses demokrasi dan penegakan hukum.
"Kami Keluarga Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia mengajak seluruh elemen masyarakat sipil untuk bersolidaritas dan menjaga ruang demokrasi agar tetap terbuka dan adil bagi seluruh warga negara, termasuk dalam ruang akademik," bunyi poin terakhir tuntutan mereka.
3. Tak gentar lawan intimidasi

Dalam kesempatan ini, Rayyan menjelaskan, bahwa aksi pembacaan pernyataan sikap ini diikuti pula oleh dosen serta wakil dekan FH UII selain para mahasiswa dan anggota BEM itu sendiri.
Salah seorang dosen FH UII, Mukmin Zakie menyatakan bahwa kampusnya tak gentar dengan segala bentuk intimidasi saat hak untuk menyatakan pendapat dan berdemokrasi ditekan.
Kata dia, kampusnya memiliki himpunan advokat alumni FH UII di setiap daerah yang pasti rela bergerak saat melihat junior-junior mereka terancam.
"Kita lihat dulu ya, dari pernyataan sikap ini ada kelanjutan nggak dari pihak-pihak yang (diduga) mengintimidasi itu. Kalau ada, kita akan nyusun strategi lagi," katanya.
"Ini tidak menutup kemungkinan kami punya himpunan advokat alumni FH, setiap daerah punya. Kalau ini misalnya (intimidasi) tidak mereka hentikan, kita akan bergerak," sambung Zakie.
Wakil Dekan Kemahasiswaan FH UII, Agus Trianto sementara itu menuturkan jika aksi para civitas akademika fakultasnya ini juga mendapat dukungan dari para dosen, jajaran Pusat Konsultasi Bantuan Hukum (PKBH) dan Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) kampus tersebut.
"Artinya fakultas juga mem-backup dan mensuport dari apa yang dilakukan mahasiswa sebagai ekspresi dari hak konstitusional dan juga budaya kritis bagi dunia akademik," tegas Agus.