Ilustrasi Korupsi (IDN Times/Mardya Shakti)
Di sisi lain kata Marwata bahwa pemberantasan korupsi tidak hanya dengan memidanakan atau memenjarakan seseorang. Yang lebih utama, adalah bagaimana kerugian negara itu bisa dikembalikan ke negara. Marwata menyatakan kondisi geografis desa di luar Jawa tidak bisa dibayangkan seperti di pulau Jawa di mana kantor Pengadilan Tipikor bisa dijangkau dengan mudah.
"Kalau di luar Jawa, Pengadilan Tipikor ada di pusat ibu kota provinsi. Penyidik yang akan memproses hukum para lurah desa atau perangkat desa tidak punya biaya untuk menyelesaikan kasus tersebut sehingga langkah yang terbaik adalah bagaimana mengembalikan kerugian negara tersebut ketika masih dalam proses penyelidikan," ujarnya.
Di sisi lain harus ada sanksi tegas bagi perangkat desa baik lurah atau aparatur desa yang terbukti melakukan korupsi. Sanksi bisa diberikan seperti pemecatan terhadap jabatan lurah atau aparatur desa yang melakukan tindak korupsi.
"Kalau sudah mengembalikan kerugian negara sanksi harus tetap diberikan, seperti pemecatan dan jika sanksi tersebut belum ada aturannya maka harus dibuat aturan," ungkapnya.
KPK, kata Marwata, bisa melakukan tindakan kepada lurah atau perangkat desa jika ada keterlibatannya dengan pejabat negara atau penegak hukum seperti kasus yang terjadi di Probolinggo, Jawa Timur. Di mana calon Plt Kepala Desa harus menyetor sejumlah uang kepada kepala daerah.
"Kalau berani menyetor uang hanya untuk jabatan Plt Kepala Desa tentunya para Plt Kepala Desa pasti ingin uangnya kembali dan akhirnya korupsi dilakukan," ucapnya.