LKBH UP 45 juga mendatangkan para korban yang merupakan konsumen Jogja Eco Wisata (JEW). Area ini berlokasi di atas TKD Candibinangun, Pakem, Sleman. Jumlah kerugian berdasarkan pendataan paguyuban mencapai Rp30 miliar dari 110 konsumen. Akan tetapi, estimasi mereka nyaris Rp200 miliar apabila dihitung menggunakan data kaveling.
"Kalau dari estimasi total yang kita perkirakan semua itu kan sudah ditawarkan marketing atau dari masterplan 972 unit. Secara bahasa marketing kan closing unit itu, semuanya udah closing unit, jadi asumsi saya ini sudah laku. Korbannya sekitar seribu orang. Kalau kita ambil estimasi Rp200 juta per unit, ketemu Rp194,5 miliar," paparnya.
JEW sendiri ditawarkan sebagai area tujuh cluster yang memiliki ruko, villa berstatus Hak Pengelolaan (HPL), dan villa berstatus hak milik. Lagi-lagi, pengembang menawarkan soal dua kali perpanjangan kontrak investasi.
Dari total 972 unit yang ada, 30 persen yang sudah berstatus serah terima. Sisanya masih berbentuk pondasi atau masih wujud kaveling alias mangkrak. Para konsumen umumnya terjebak jaminan legalitas dari pengembang. Tercantum di SPI, yakni izin sewa TKD oleh Pemdes Candibinangun tanggal 4 Juli 2012; SK Bupati Sleman 2 Mei 2012; SK Gubernur 24 Mei 2012, izin sewa TKD untuk pembangunan resor; izin BPN Sleman 16 April 2012; dan IMB dari DPU Sleman bulan Desember 2013.
Kejati DIY sendiri belum mengusut soal perkara TKD Candibinangun ini. Para konsumen JEW berharap lahan yang mereka tempati bisa berstatus legal. Apabila nantinya dianggap ilegal, mereka menghendaki restitusi sesuai nominal di SPI.
Pelaksana Lapangan LKBH UP 45, Ana Riana menyebut seminggu belakangan telah ada 200 laporan masuk soal konsumen korban penyalahgunaan TKD oleh Robinson Saalino. LKBH turun tangan demi membantu para konsumen yang terkatung-katung nasibnya. Sedangkan, kerugian yang mereka alami bisa lebih dari nilai kerugian negara.
"Kalau yang 200 orang semua (korban) Robin. Lokasinya (TKD) di empat titik. Ada di Condongcatur, Caturtunggal, Candibinangun, dan Maguwoharjo," kata Rian.
"Jadi ini marketingnya beda-beda, lokasinya beda-beda," sambung dia.
Sementara kanal aduan masih dibuka, LKBH menyusun langkah non litigasi dengan meminta pertanggungjawaban kepada pengembang. Jika tak ada itikad baik, maka terpaksa ditempuh jalur hukum.