Baru sekitar 1 Juni 2012, Hedi mengecek ke BPN ternyata sertifikat milik istrinya telah beralih ke atas nama SJ. Ia lantas melapor ke Polres Sleman terkait dugaan penipuan dan penggelapan. Dua tahun berselang, SH berhasil ditangkap polisi, tapi SJ statusnya masih buron.
SH lalu disidang di Pengadilan Negeri Sleman dan divonis 9 bulan pidana penjara. Dari proses di meja hijau itu pula Hedi memperoleh fakta ada kuasa jual hingga akta jual beli (AJB). KTP sang istri juga dipalsukan dan dilegalisir oleh notaris di Kalasan.
Kata Hedi, notaris itu telah dilaporkan ke Majelis Pengawas Daerah (MPD) notaris dan dinyatakan bersalah secara etik kemudian.
Langkah Hedi berlanjut dengan menggugat secara perdata ke Pengadilan Negeri Sleman, baik itu SJ dan SH serta pihak bank. Saat itu gugatan diputuskan Niet Ontvankelijk Verklaard (NO) alias tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil.
Hedi lalu meminta salinan putusan dan menemukan keganjilan pada 10 lembar putusan. Kata dia, ada gugatan orang lain yang masuk di putusan.
Dia lalu berniat mengajukan banding. Dua pekan berselang dia dihubungi oleh pihak pengadilan yang menyatakan putusan ini akan diganti yang lebih baik. Tapi Hedi menolak lantaran akan ia pergunakan sebagai bukti banding di pengadilan.
Tak berselang lama pengacara Hedi menyatakan mengundurkan diri apabila putusan itu tak segera diserahkan ke pengadilan.
"Tidak ada (putusan sertifikat kembali ke atas nama Evi), kan NO. Pengacara juga lari, saya mencari pengacaranya tidak berani kalau banding ini," terangnya.
Di rentang waktu itu, Hedi turut melaporkan bank ke Ditreskrimsus Polda DIY namun dinyatakan SP3.
Sampai pada 2017, Hedi tetap mengejar SJ yang berstatus buron. Kunci terangnya perkara ini, menurutnya, memang ada di sosok tersebut. Tapi, siapa sangka polisi malah menyampaikan berkas kasus itu malah hilang.
"Saya tanyakan terus penangkapannya tahu-tahu kata penyidik baru katanya berkasnya hilang. Sekarang lagi pemberkasan baru, berkas ulang," jelasnya.